BANSOS DI KUNINGAN “BOCOR”, BENARKAH?

BANSOS DI KUNINGAN "BOCOR", BENARKAH? 1
dokumen/SBI.

Oleh Redaksi

OPINI, kabarSBI.com – Penelusuran tim redaksi saat melakukan pengamatan sejak bergulirnya bantuan social (Bansos) akibat dampak wabah Virus Corona (COVID-19) baik berupa pangan (Sembako) maupun uang kepada masyarakat di wilayah tertib Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, diduga nilai bantuan berkurang alias bocor.

Masyarakat Kuningan mengharapkan aparat terkait yang meliputi unsur kepolisian, kejaksaan maupun lembaga negara yang membentuk tim dalam pengawasan, pendistribusian hingga pemanfaat bantuan social harus lebih peka. Aparat dituntut mampu meminimalisir kebocoran uang negara untuk bantuan social ditengah pandemic corona baik bersumber dari APBD dan APBN.

Aparat juga diminta mampu memberikan shock therapy (Efek kejut/jera) bagi siapapun yang mempunyai niat jahat disela bantuan social dampak COVID 19. Mereka yang mempunyai mental korup dan menjadikan ajang manfaat dapat keuntungan pribadi maupun golongan, dapat ditindak secara tegas.

Jangan berikan cela maupun ruang gerak bagi oknum. Justru sebaliknya aparat pemerintah mampu memberikan edukasi social, kemanusian, tertib dan patuh pada aturan serta hukum berlaku hingga mampu tercipta semangat gotong royong pada semua, ditengah wabah yang kini mulai memasuki normal baru.

BANSOS DI KUNINGAN "BOCOR", BENARKAH? 2
Bantuan paket sembako Pemkab Kuningan tahap dua bulan Juni 2020. (dok)

Banyak contoh kasus, seperti kejadian di blok Sukarame, Kelurahan Cipari, Kecamatan Cigugur, mungkin pada bantuan tahap I, tanggal 12 Mei lalu, dimana seorang warga bernama Atang menjadi sasaran emosional warga, Atang nyaris diamuk warga desa, beruntung dapat tercegah setelah memilih jalur ke kantor kepolisian setempat.

Atang adalah seorang yang menurut niatnya membantu warga, sehingga ia bersedia menjadi penyalur bantuan pangan. Saat itu masalah sembako berupa beras yang dinilai masyarakat penerima bantuan tidak sesuai dengan seharusnya. Masyarakat menyakini bantuan sembako beras diduga dari Pemerintah Kabupaten Kuningan sebanyak 4 kilo gram/penerima manfaat.  Namun yang terealisasi melalui penyalur Atang masyarakat hanya menerima 2,5 kilo gram.

Atang dituding dan terintervensi, Atang merasa tidak melakukan penyimpangan hingga ia bersedia di ‘bawa’ ke kantor Polisi bahkan Atang saat itu ingin membuat laporan polisi di Polres Kuningan, entah mengapa niat itu tak terwujud.

Permasalah bantuan sembako yang dialami oleh Atang yang semula diyakini adalah bantuan dari Pemerintah Kabupaten Kuningan melalui organisasi TP PKK Kabupaten Kuningan. Namun belakangan bantuan sembako tersebut di klarifikasi oleh Ketua TP PKK Kabupaten Kuningan, Hj. Ika Rahmatika.

Dalam klarifikasinya di media, Ika Rahmatika, mengungkapkan sedikitnya dua hal. Pertama klarifikasi bahwa terjadi miskomunikasi antara tim PKK dengan penyalur. Sebelum bantuan disalurkan tertera mungkin kupon atau stiker bahwa masyarakat akan menerima bantuan beras sebanyak 4 Kg/manfaat. Namun pada kenyataanya masyarakat blok sukarame hanya menerima 2,5 Kg.

Ika yang bertepatan juga sebagai istri Bupati Kuningan Acep Purnama menyadari ada kelalaian pada pihaknya dengan dalih karena kebutuhan masyarakat yang mendesak, sehingga terjadi miskomunikasi dengan penyalur.

Kedua, Ika Rahmatika kepada media setempat menyebutkan bahwa bantuan bukan bersumber dari APBD Pemerintah Kabupaten Kuningan ataupun APBN melainkan  dari donator/dermawan. Tidak ada yang salah pada kejadian itu namun semua perlu pembuktian demi transparansi publik.

Kejadian di blok sukarame, Kecamatan Cigugur bukan satu-satunya permasalahan yang timbul dipermukaan dalam mengakomodir dan mendistribusikan bantuan social sembako akibat dampak COVID -19 di wilayah Kabupaten Kuningan.

BANSOS DI KUNINGAN "BOCOR", BENARKAH? 3
Paket bantuan sembako Prov Jawa Barat. (dok)

Contoh lain dalam penyaluran sembako dari provinsi Jawa Barat di sebuah desa di Kecamatan Cidahu, Kab. Kuningan. Seorang warga mengungkapkan telah menerima bantuan sembako dari pemerintah provinsi Jawa Barat berupa  beras 10 kg, minyak goreng 2 liter, terigu 1 kg, Supermi 16 bungkus, vitamin 2 buah, sardencis 5 kaleng, telor 2 kg, serta uang Rp 150 ribu.

Jumlah nominal sembako dinilai warga penerima bantuan dari provinsi Jabar tidak mencapai nominal 350 ribu rupiah. Provinsi Jabar sendiri dalam mekanisme penyaluran bantuan dilakukan melalui Kantor Regional V Jabar dan Banten PT Pos Indonesia,

Sementara perbandingan bantuan yang seharusnya diterima warga (rumah tangga sasaran/RTS, red) sumber kompas melaporkan rinciannya, bantuan sembako provinsi uang tunai sebesar Rp 150.000 per keluarga per bulan dan bantuan pangan nontunai berupa beras 10 kg, terigu 1 kg, vitamin C, makanan kaleng 2 kg (4 kaleng), gula pasir 1 kg, mi instan 16 bungkus, minyak goreng 2 liter, dan telur 2 kg, senilai Rp 350.000 per keluarga per bulan.

Demikian pula yang dialami warga desa di Kecamatan Cibeureum mengungkapkan telah menerima bantuan sembako dari pemkab Kuningan  berupa beras 10 kg, sarimi 10 bungkus, minyak goreng sania 1 kg, gula pasir 1 kg, sarden abc 1 buah, dan biscuit 1 pack. Bantuan sembako tersebut dinilai kurang dari Rp 200 ribu dari seharusnya.

Informasinya, rata-rata setiap desa di Kabupaten Kuningan menerima paket (tahap dua/bulan Juni) sembako bantuan dari Kabupaten Kuningan sebanyak 65 paket dalam karung. Total 25,000 Paket sembako di bagi 361 desa di kuningan selama 3 bulan. Besaran anggaran  untuk pembelian sembako kepada 25.000 paket selama tiga bulan berturut-turut, Rp15 miliar.

BANSOS DI KUNINGAN "BOCOR", BENARKAH? 4
Infografik BLT DD/afederas. (dok/ist)

BLT DD Tak Utuh

Sementara dalam penyaluran program Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD)  di Kabupaten Kuningan  untuk keluarga miskin non PKH/BPNT, pemanfaat menerima uang senilai Rp 600.000. Namun dibeberapa desa di Kecamatan Cibingbin warga penerima bantuan tidak menerima Rp 600 ribu secara utuh melainkan “diarahkan” untuk berbagi kepada warga lain yang tak menerima BLT DD.

Meski tidak semua desa di kuningan, “kondisi bagi-bagi” dari penerima bantuan kepada warga non penerima bantuan BLT DD tentu saja secara regulasi atau aturan yang berlaku tidak dibenarkan. Namun karena “alasan” minat kebutuhan masyarakat desa banyak mengingingkan bantuan uang menjadi dilema posisi kepala desa maupun perangkat desa yang menjabat.

Bila kondisi dilapangan seperti itu penulis beranggapan bahwa negara tidak cukup dana untuk memberikan bantuan berupa uang kepada masyarakat desa di Kabupaten Kuningan. Alokasi BLT DD yang disiapkan tidak cukup mengakomodir kebutuhan masyarakat desa terdampak COVID-19. Negara perlu banyak uang lagi untuk memberikan bantuan kepada masyarakat desa, atau negara dapat merubah regulasi yang lebih fleksibel.

Kembali, belum terlambat untuk transparan guna terciptanya situasi dan kondusi yang kondusif dimasa “new normal” sebab bantuan pangan maupun uang dari pemerintah kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Kuningan akan  terealisasi/bergulir kembali (tahap III/bulan Juli).

Pemimpin daerah dan aparatur pemerintah Kabupaten Kuningan dituntut mampu mengkondisikan segala bantuan baik bersumber dari APBD dan APBN kepada masyarakat terdampak COVID-19 dengan regulasi yang ditentukan. Atau melakukan edukasi dan gotong-royong kepada masyarakat agar segala bantuan tepat sasaran dan bagi oknum yang mencoba mencari keuntungan dapat ditindak.

239.419 KK Menerima Bantuan

Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Kuningan Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si selaku Ketua Tim Koordinasi Bantuan Sosial Pangan Kab. Kuningan, kepada media menyebutkan sebanyak 239.419 KK dari 371.000 Kepala Keluarga (KK) se-Kabupaten Kuningan telah menerima bantuan dengan kategori sangat miskin, miskin, dan hampir miskin.

Total angka tersebut, kata Sekda, bersumber dari program PKH sebanyak 42.259 KK,  program BPNT jumlahnya kurang lebih 56.236 KK. Lalu program dari Provinsi Jawa Barat untuk warga Kuningan terdampak Covid-19 dari 44 ribuan setelah terverifikasi dan validasi dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), akhirnya hanya mendapat 15.695 KK.

Sedangkan bantuan dari Kementerian Sosial (Kemensos) RI, dengan  data yang sudah ada bersumber dari DTKS yakni 22.642 KK. Bantuan ini diberikan berupa bantuan langsung tunai (BLT) sejumlah uang. Kuningan juga mendapat bantuan untuk keluarga miskin dari Kemensos kurang lebih 29.290 KK, khusus bagi keluarga yang tidak tercatat dalam DTKS.

“Setelah saya hitung-hitung semuanya, jadi BLT dan Dana Desa ini diperkirakan bisa meng-cover kurang lebih 48.297 KK. Ditambah lagi kita menyiapkan paket bansos selama tiga bulan terturut-turut ke depan untuk 25.000 KK. Jadi sebetulnya total dampak sosial yang akan kita berikan untuk kepala keluarga di Kabupaten Kuningan mencapai 239.419 KK dari 371.000 KK,” kata Dian Rachmat Yanuar, Sekda Kab.Kuningan seperti dilaporkan radarcirebon, 30/4/2020. Ia juga menyebutkan alokasi anggaran yang diambil dari APBD untuk bansos sendiri, angkanya mencapai Rp15 miliar.

APBD Rp 15 Miliar

Khusus terkait anggaran APBD Kabupaten Kuningan untuk belanja bansos (sembako) untuk 25,000 paket selama 3 Bulan mencapai Rp 15 miliar. Bila dalam 1 paket sembako senilai Rp 200 ribu, tentunya tidak ada permasalahan.

Namun bila merdasar keterangan masyarakat penerima sembako dari Kabupaten Kuningan dan asumsi kasar perhitungan tim situs ini dilapangan nilai sembako bantuan Kabupaten Kuningan, bisa dibilang rata-rata sekitar 180 ribu rupiah. Bantuan diduga bocor atau mines Rp 20 ribu/paket sembako, hal ini bila dikalkulasi 20.000 x 25.000 (paket) = 500,000,000 x 3 (bulan) = 1.500.000.000.

Dugaan Ada “kebocoran” APBD Kabupaten Kuningan Rp 1,5 miliar, entah siapa yang diuntungkan? Atau itu bukan suatu kebocoran melainkan masuk dana pendistribusian/jasa angkutan kirim.  Tentunya, Bupati dan jajaran Pemerintah Kabupaten Kuningan serta wakil rakyat setempat yang lebih rinci mengetahui.

Perlu lebih terbuka agar masyarakat kuningan dapat maklum dan tak menjadi buah bibir. (*)