Ahli Waris Kapten Purn Niing bin Sanip Minta Komisi 3 DPR Panggil Pengembang PIK 1

Ahli Waris Kapten Purn Niing bin Sanip Minta Komisi 3 DPR Panggil Pengembang PIK 1 1
dok

JAKARTA, kabarSBU.com – Ahli waris almarhum Kapten Purn Niing bin Sanip, Limar Cs menegaskan tragedi penguasaan paksa lahan yang terjadi pada PIK 1 tanpa ada ganti rugi tidak berkaitan dengan sengkarut pada PIK 2.

Oleh karenanya ahli waris meminta Komisi 3 DPR RI untuk segera memanggil pengembang PT Mandara Permai terkait hak-hak ahli waris yang belum diselesaikan tersebut agar persoalan menjadi terang benderang.

Bahkan, ahli waris meminta agar Komisi 3 juga mengkaji keberadaan proyek PIK 1 yang berlanjut menjadi PIK 2 dan mendapatkan status Proyek Strategis Nasional (PSN) dimana kemudian menjadi kisruh yang saat ini ramai dihujat.

Kuasa ahli waris, Joko Tunggono meminta keberadaan pengembang PT Mandara Permai yang mendapat hak pengelolaan lahan pada proyek ambisius PIK 1 tersebut untuk dievaluasi karena sarat dengan masalah, mulai dari pembabatan hutan bakau, perampasan tanah warga, pengurukan paksa dan banyak lagi.

Sejumlah permasalahan itu menekankan perlunya kajian ulang oleh pemerintah, bekerja sama dengan DPR. Bahkan, Komisi 3 diminta mendukung penuh rencana Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid.

“Sejatinya sejak awal proyek PIK 1 adalah hutan bakau di bawah pengelolaan Departemen Kehutanan. Terbukti, Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup Emil Salim pada tahun 1992 bahkan menerbitkan surat bernomor B-655/Men.KLH./3/1992 kepada Pemprov DKI Jakarta berisi protes terhadap PT Mandara Permai di PIK 1 yang membangun properti di lahan hutan lindung,” jelasnya.

Ahli Waris Kapten Purn Niing bin Sanip Minta Komisi 3 DPR Panggil Pengembang PIK 1 2
Petugas BPN Jakarta Utara melakukan pengukuran ulang lahan (Alm) kapten purn Niing bin Sanip sesuai rekomendasi pengadilan pada tahun 2021. (dok)

Anehnya, kata Joko, meski diprotes pada tahun 1997 BPN menerbitkan SK No. 3/HGB/BPN/1997 dan SK No.4/HGB/BPN/1997 sampai penerbitan sertifikat tanah No. 3514/ Kapuk Muara dan No. 3515/Kapuk Muara yang cacat administrasi karena tidak memenuhi persyaratan aspek-aspek pertanahan.

Dalam penerbitan HGB, lahan garapan Kapten Niing Cs seluas 86 Ha dengan ijin garap tanah negara yang diterbitkan oleh Walikota Jakarta Utara No. 147/AV-2/B/78, tanggal 7 April 1978, hingga saat ini belum dibebaskan dan tidak pernah mendapat ganti rugi, justru masuk dalam wilayah yang diklaim PT Mandara Permai.

Niing Banyak Kantongi Rekomendasi

Almarhum Kapten Niing sebagai veteran pejuang kemerdekaan yang ikut dalam Tragedi Rengas Dengklok merasa hak nya dirampok oleh PT Mandara Permai kemudian melakukan perlawan. Pada tahun 2007 Kapten Niing melaporkan hal ini kepada R. Soeprapto, mantan Gubernur DKI Jakarta yang menjabat pada masa itu.

Melalui Surat Dewan Harian Nasional 45 No. 125/Setjen/III/2007 tanggal 13 Maret 2007 kepada Walikota Jakarta Utara dan Surat No.404/Setjen/IV/2008 tanggal 9 April 2008 R Soeprapto meminta penyelesaian yang tuntas oleh semua pihak terkait hal ini.

Rekomendasi Sekretariat Negara RI juga keluar melalui surat No. B-4261/Setneg/D-5/12/2007 tanggal 27 Desember 2007 kepada PT. Mandara Permai dan surat No. B-4262/Setneg/D-5/12/2007 tanggal 27 Desember 2007 kepada Gubernur DKI Jakarta, juga memberitahukan bahwa Presiden RI telah menerima surat pengaduan Niing Bin Sanip dan telah meminta kepada Gubernur DKI Jakarta untuk meneliti dan menindak lanjuti pengaduan.

Departemen Dalam Negeri pada tanggal 18 Maret 2008, dengan surat No.392.2/419/PUK kepada Gubernur DKI Jakarta meminta agar pengaduan Niing Bin Sanip mendapat perhatian penuh dan penyelesaian tuntas, dimana hasilnya akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri.

Pada tanggal 1 Juli 2008, Niing Bin Sanip menulis surat penjelasan atas masalah Tanah garapan di pantai Indah Kapuk kepada Bapak Presiden Republik Indonesia. Dan pada tanggal 6 November Komisi A DPRD DKI Jakarta mengadakan dengar pendapat dengan Niing bin Sanip Cs yang memaparkan semua peristiwa yang terjadi hingga terjadi pengurukan paksa atas lahan garapan Niing bin Sanip Cs oleh PT. Mandara Permai pada tahun 2002.

Pada tanggal 10 November 2008, DPRD DKI Jakarta Komisi A, melalui Surat no.84/S/K.A/DPRD/XI/2008, menyatakan bahwa DPRD DKI Jakarta telah menerima delegasi Niing Bin Sanip dan meneliti bukti – bukti terlampir, maka sepakat bahwa pengaduan Niing Bin Sanip Cs adalah benar. Oleh karena itu, meminta Gubernur DKI Jakarta untuk memerintahkan PT. Mandara Permai segera membayar ganti rugi hak garapan Niing Cs.

“Namun semua rekomendasi dimaksud seolah tidak ada artinya ketika kami menggugat PT Mandara Permai ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara dan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Gugatan ditolak meski semua hal tentang lahan garapan Kapten Niing terang benderang,” ungkap Joko.

Dia menambahkan, kebenaran akan mencari jalannya sendiri. Oleh karena itu, selain menunggu sidang kasasi gugatan yang dilayangkan, pihaknya juga meminta pemerintah dan DPR untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh dan membuka informasi secara luas agar tidak menimbulkan polemik di kemudian hari.

(min/r/as)