 JEMBER, kabarSBI.com – Kasus yang sempat menjerat Abd Salam kini memunculkan dugaan adanya intervensi kepentingan politik di balik proses hukumnya. Informasi yang diperoleh redaksi menyebut, kasus ini diduga berkaitan dengan Kepala Desa (Kades) Sumber Pinang berinisial M, yang sebelumnya ramai diperbincangkan publik karena dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
JEMBER, kabarSBI.com – Kasus yang sempat menjerat Abd Salam kini memunculkan dugaan adanya intervensi kepentingan politik di balik proses hukumnya. Informasi yang diperoleh redaksi menyebut, kasus ini diduga berkaitan dengan Kepala Desa (Kades) Sumber Pinang berinisial M, yang sebelumnya ramai diperbincangkan publik karena dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD).
Nama M kembali mencuat setelah dirinya tampak aktif dalam dinamika penanganan kasus Abd Salam. Sejumlah sumber menilai, kehadiran dan pernyataan M di berbagai kesempatan berpotensi mengarahkan opini publik terkait proses hukum tersebut.
Beberapa pihak menduga, terdapat upaya pengalihan isu dari persoalan dugaan korupsi dana desa menuju kasus Abd Salam, yang dikenal vokal mengkritisi pengelolaan anggaran di desanya. Dugaan ini semakin menguat setelah beredar informasi tentang adanya permintaan agar konten viral yang membahas dugaan penyimpangan dana desa diturunkan dari media sosial.
Padahal, berdasarkan Pasal 28F UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, setiap warga negara memiliki hak untuk memperoleh, menyampaikan, serta mengakses informasi publik, termasuk terkait pelaksanaan pemerintahan desa.
Menariknya, setelah menjalani pemeriksaan di kepolisian, Abd Salam tidak terbukti bersalah dan diperbolehkan pulang. Namun, kehadiran Kades M di Polres Jember saat itu menimbulkan tanda tanya. Ia disebut turut hadir sebagai pihak yang “menjamin” pembebasan Abd Salam. Langkah tersebut dinilai sejumlah pengamat sebagai upaya pencitraan politik, meski berpotensi bersinggungan dengan prinsip independensi penyidik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia.
Sumber lain yang ditemui redaksi mengungkap bahwa sebelum penangkapan Abd Salam, sempat berlangsung pertemuan antara M dengan unsur Muspika setempat. Pertemuan itu disebut-sebut membahas aktivitas Abd Salam yang aktif menyuarakan dugaan penyimpangan DD dan ADD. Jika benar terjadi tekanan atau intervensi terhadap warga yang mengkritik kebijakan publik, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP.
Berdasarkan penelusuran awal tim redaksi, dana DD dan ADD Desa Sumber Pinang memang telah dicairkan, namun sejumlah kegiatan pembangunan yang direncanakan belum terealisasi sesuai peruntukannya. Kondisi ini membuka ruang dugaan terjadinya penyimpangan anggaran yang berpotensi melanggar UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sejumlah kalangan sipil dan pemerhati tata kelola desa mendorong agar aparat penegak hukum menelusuri kasus ini secara transparan, tanpa tekanan dari pihak mana pun. Mereka menilai, apa yang dialami Abd Salam bisa menjadi contoh bagaimana kritik publik terhadap dugaan penyimpangan keuangan desa masih kerap dihadapkan dengan tekanan dan kriminalisasi halus.
“Kalau warga yang kritis malah ditakut-takuti, itu tanda bahaya bagi demokrasi di tingkat desa,” ujar salah satu aktivis antikorupsi lokal yang enggan disebut namanya.
Kasus ini menegaskan pentingnya keterbukaan, integritas, dan independensi aparat hukum dalam menangani persoalan di akar rumput. Sebab, ketika hukum dijadikan alat kepentingan, keadilan bagi masyarakat hanya akan menjadi formalitas semata.




