SEMARANG, kabarSBI.com – Jaksa menghadirkan 4 saksi secara bersamaan, yaitu saksi korban Sdr MG, ayah korban Gt, dan ibu korban Yk, serta Saksi Sdr Saiful (Sf) dari PIP Semarang. Di Tengah persidangan, setelah berunding, Majelis Hakim meminta agar saksi Sf, yang awalnya duduk bersama dengan korban dan orangtua korban, untuk keluar dahulu, dan kesaksiannya dilakukan kemudian, secara terpisah dari saksi korban dan saksi orangtua korban, 14/8/24.
Manuel mengatakan bahwa ia direkrut oleh Senior Tim Dekor angkatan 56, Sdr Melky. Saat tahu bahwa tim dekor harus bisa memukuli dan dipukuli, Manuel sudah minta ke Melky agar dirinya tidak dimasukkan ke tim dekor, namun ybs diancam dipukuli jika keluar dari tim dekor. Karena itu MG juga berusaha menghubungi orangtuanya untuk minta tolong agar mengeluarkannya dari tim dekor.
Sebelum penganiaayaan oleh tim dekor, pada tanggal 31 Oktober 2022, orangtua korban sudah bertemu Direksi PIP Semarang, dengan meyampaikan:
Protes keras atas 2 penganiayaan sebelumnya yang dialami Manuel, yaitu pertama yang dilakukan pembina dan pengasuh taruna (Binsuhtar) Sdr Yt, dan penganiayaan kedua yg dilakukan sdr Rk, senior angkatan 56 pada bulan Oktober 2022.
agar direksi PIP mencegah penganiayaan ke 3 oleh Tim Dekor, dengan memberi info siapa calon pelaku, di mana akan dilakukan penganiayaan, dan kapan akan dilakukan penganiayaan.
minta direksi untuk mengeluarkan MG dari tim dekor dan membubarkan tim dekor karena dijadikan ajang sebagai tim dewan eksekutor.
Namun Direksi menolak membubarkan dengan alasan itu merupakan wadah kegiatan resmi, dan merupakan wadah anak-anak yang mempunyai kreativitas.
Sementara itu, menjawab pertanyaan hakim apakah ayah korban tahu bahwa PIP adalah sekolah semi militer, GT mengatakan bahwa setiap hari diucapkan ikrar oleh para taruna untuk tidak melakukan kekerasan atau penganiayaan. Dipasang pula papan pengumuman di lingkungan kampus tentang ancaman hukuman atas kekerasan yang dilakukan.
Demikian pula, pernyataan bermeterai tidak akan melakukan kekerasan ditandatangani setiap siswa pada saat diterima menjadi calon taruna..
Menjawab pertanyaan Kuasa Hukum terdakwa, Gt menegaskan bahwa MG sudah mengalami 3 (Tiga) kejadian penganiayaan dalam waktu 1,5 bulan sejak masuk kampus, yaitu yang pertama dilakukan oleh pengasuh taruna, Sdr. Yt sehingga matanya mengalami pendarahan, yang kedua, sekitar 9 hari kemudian yang dilakukan oleh Sdr. Rk, senior angkatan 56, dan yang ketiga pada tanggal 2 November oleh 7 senior tim dekor angkaran 58. Selanjutnya mengatakan pula bahwa para pelaku sudah membuat pernyataan tertulis di rumah korban pada tanggal 21 Januari 2023.
Terungkap pula, bahwa peristiwa penganiayaan ketiga tersebut diketahui oleh orang tua korban dari MG, 2 hari setelah kejadian melalui Hp seorang driver yang mengantarnya ke rumah sakit untuk dilakukan pemeriksaan di bagian kepala atas 2 (dua) penganiayaan sebelumnya, sesuai permintaan orang tua korban pada tanggal 31 Oktober 2022.
Ayah korban juga mengatakan, bahwa MG juga sempat mengalami kekerasan ke 4 yaitu ditendang dengan kuat 2 kali pada bagian perut dan paha saat menjalani aktivitas kampus, namun hal ini belum dilaporkan kepada pihak berwajib karena permintaan keluarga atas video CCTV tidak diberikan oleh manajemen.
Menjawab pertanyaan Hakim, saksi Saiful dr PIP Semarang tidak bisa menegaskan bahwa tim dekor adalah struktur resmi atau tidak resmi di kampus. Saiful mengatakan bahwa tim dekor tidak ada di SK aktifitas (Surat Keputusan), dan tidak diakui, namun antara diakui atau tidak diakui karena aktivitasnya ada, yaitu membuat aktivitas dekorasi atau seni. Hakim nampak sempat kesal dengan jawaban Saiful yang tidak bisa memberi jawaban yang tegas tentang legalitas tim dekor.
Selanjutnya Syaiful mengatakan bahwa Perekrutan yang dilakukan oleh senior angkatan 58 dan 56 itu adalah tidak resmi. Dia juga tidak tahu adanya ancaman jika menolak direkrut di dalam tim dekor.
Karena itu, sebagai perwira aktivitias yang melakukan controlling, ketika mendapati mereka ada di ruang gym sedang berkumpul dan makan-makan, maka hal itu difoto dan dilaporkan.
Saiful juga sempat tidak bisa menjelaskan batas normal pembinaan yang bisa dianggap pelanggaran sedang atau pelanggaran berat, karena ybs tidak hapal dengan aturan kampus. Setelah didesak hakim, menurutnya pemukulan adalah pelanggaran berat.
Demikian pula Saiful sempat mengatakan dia tidak bisa menjawab apakah pemukulan adalah pelanggaran sedang atau berat. Setelah didesak hakim, Saiful mengatakan bahwa pemukulan adalah pelanggaran berat dan hukumannya adalah DO (dropout).
Menjawab pertanyaan Hakim, yang mengutip keterangan tertulis Para terdakwa bahwa kekerasan yang mereka lakukan karena mengikuti tradisi dan doktrin yang ada, Saksi Syaiful membantah adanya tradisi dan doktrin tersebut, serta mengatakan bahwa itu adalah pernyataan oknum.
Saiful, sebagai koordinator tim dekor dan perwira aktivitas PIP, mengaku tidak tahu apakah MF menjawab dipukuli atau tidak dipukuli ketika ditanya Sdr Saiful dan Sdr Andi Wahyu, karena yang menanyakan hal itu adalah Sdr Andi Wahyu, kepala Pusat Pengembangan Mental dan Karakter.
(MB/Hanif)