KDRT dan Ancaman Nyawa, Istri TNI AU Bongkar Kekerasan yang Ditutup Institusi

KDRT dan Ancaman Nyawa, Istri TNI AU Bongkar Kekerasan yang Ditutup Institusi 1

Jakarta, kabarSBI – Haisnitasari Hasibuan (34), istri dari Eka Rinal Diyansah (37), anggota aktif TNI Angkatan Udara berpangkat Sersan Dua, akhirnya angkat bicara terkait penderitaan yang ia alami selama bertahun-tahun dalam rumah tangga.

 

Ia mengaku menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), penganiayaan, pengabaian nafkah, hingga pengancaman pembunuhan.

 

Pernikahan keduanya tercatat resmi pada 27 Maret 2015 di KUA Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang. Awalnya, kehidupan mereka berjalan harmonis. Namun, perlahan rumah tangga berubah menjadi penuh tekanan dan kekerasan. Mereka tinggal di Komplek Dirgantara 1, Jalan Arimbi No.212, RT 007 RW 07, Kelurahan Halim Perdanakusuma, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur.

 

“Suami saya sering mabuk, berjudi, temperamental, bahkan suka menendang dan memukul saya. Nafkah pun tidak layak. Saya juga ditekan terus oleh mertua dan ipar. Saya merasa seperti terjebak dalam lingkaran kekerasan yang tidak ada habisnya,” kata Haisnitasari Hasibuan saat ditemui, Senin (6/5).

 

Eka Rinal Diyansah diketahui berdinas di Skomlek TNI AU, dengan jabatan sebagai Ba Elektronika Paban III/Radrudal, di bawah Mabes TNI AU. Ia juga tercatat beberapa kali dipanggil oleh Bintal Mabes TNI AU menyusul pengaduan istrinya, namun tidak ada tindakan tegas yang muncul dari institusi terkait.

 

Menurut Haisnitasari, suaminya memang datang ke Bintal Mabes AU, tetapi surat-surat pemanggilan dan izin cerai justru ditahan, tidak pernah benar-benar diproses.

 

“Surat dari Bintal Mabes AU sampai sekarang tidak pernah keluar. Surat izin cerai saya juga ditahan di Skomlek AU. Seolah semuanya ditutup-tutupi,” ujarnya.

 

Hal ini menunjukkan adanya potensi pengabaian dan pembiaran dari institusi terhadap laporan kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan anggotanya sendiri.

 

Haisnitasari sebelumnya sempat menggugat cerai ke Pengadilan Agama, namun gugatan itu harus ia cabut karena adanya dugaan intervensi langsung dari pihak suami terhadap hakim yang menangani perkara tersebut.

 

“Suami saya beberapa kali mendatangi hakim agar sidang tidak dilanjutkan. Hakim tampak takut dan saya merasa tidak punya perlindungan. Saya terpaksa mencabut gugatan saya,” jelasnya.

 

Kini, meski proses hukum di pengadilan sudah tidak berjalan, pengaduan melalui jalur internal Bintal Mabes TNI AU pun belum menemui titik terang. Sudah empat kali panggilan dilakukan Bintal Mabes AU, tetapi belum membuahkan hasil dan proses perlindungan terhadap korban pun belum terlihat nyata.

 

Haisnitasari berharap keberaniannya bersuara akan menggugah perhatian institusi dan publik, bahwa kekerasan terhadap perempuan bisa terjadi bahkan di balik seragam militer.

 

Ia juga mendesak agar kasus ini tidak disapu di bawah karpet.

 

“Saya hanya ingin keadilan. Saya ingin hidup tenang dan aman. Saya tidak bisa terus hidup dalam ketakutan,” tutupnya dengan suara penuh keteguhan.

 

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak TNI AU, Bintal Mabes AU, maupun Skomlek TNI AU terkait laporan dan tudingan yang disampaikan oleh Haisnitasari Hasibuan.