PANGANDARAN, kabarSBI.com – Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) mengungkap 16 temuan dan 78 rekomendasi.
Dari 78 rekomendasi tersebut sebanyak 61 rekomendasi adminitrasi dan sisanya sebanyak 17 berupa rekomendasi keuangan senilai Rp 3.171.018.220,65.
Menyoal beberapa pokok – pokok temuan, ada hal yang disorot oleh Ketua LAKRI Pangandaran Apudin yaitu belanja barang dan jasa atas 15 kegiatan belanja bimtek di 3 Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berindikasi profoma dan tidak didukung pertanggungjawaban yang memadai.
Apudin meminta kepada Aparat Penegak Hukum untuk mengusut tuntas temuan ini karena Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI ini wajib ditindaklanjuti oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini KPK dan/atau KEJAGUNG.
“Diminta maupun tidak diminta, lakukan penyelidikan atau penyidikan dengan berkoordinasi dengan BPK untuk mendapatkan bukti permulaan yang sudah valid secara lembaga,” kata Apudin saat dihubungi oleh Analisaglobal.com, Rabu (12/06/2024).
Apudin berpendapat bahwa adanya temuan ini patut diduga karena berlangsung selama 1 tahun dan menilai hal ini cenderung koruptif.
Aparat harus bergerak cepat mengusut tuntas temuan BPK RI ini dan meminta LHP BPK RI ini tidak dibiarkan begitu saja, APH harus memproses sesuai hukum dan menerapkan azas transparansi publik, ucapnya.
Belum lagi temuan – temuan LHP BPK RI yang, apa perlu saya kutilin satu persatu agar publik tahu, herannya.
Kalau harus saya kutilin satu persatu terus apa fungsi dari sebuah lembaga legislatif, ujarnya.
Saya juga berharap APH memiliki integritas agar ke depan Pemerintahan Daerah Kabupaten Pangandaran bisa tertata lebih baik tata pengelolaan keuangan daerah dan tentu harus lebih transparan, tuturnya.
Sementara terkait dengan hasil pemeriksaan BPK terhadap laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Pangandaran, kami masih menunggu hasil pembahasan panitia khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Pangandaran, ucap Apudin.
Kenapa bisa terjadi Wajar Dengan Pengecualian (WDP), apa isi opini dari BPK RI tersebut, kenapa defisit bisa bertambah kembali, apa saja temuan – temuan yang penting dan lain sebagainya, bongkar semua ke publik biar jelas terang benderang, tandasnya.
Adanya kenaikan defisit dari tahun 2022 hingga 2023, kami menilai Pemda Kabupaten Pangandaran tidak ada niatan baik untuk memperbaiki keuangan fiskal daerah, dimana jauh – jauh hari harusnya ada pengetatan anggaran, ini malah naik sekitar 61 Miliaran, imbuhnya.
Di awal kami mendorong untuk lakukan audit forensik untuk Laporan Keuangan, jangan Covid – 19 dijadikan kambing hitam terus, dan data – data yang disajikan selalu baik sementara fiskal keuangan daerah defisit meningkat itu artinya gagal mengelola keuangan daerah.
Terlebih jika melihat penganggaran dan pelaksanaan pendapatan, belanja, defisit pembiayaan pinjaman TA 2023 tidak sesuai ketentuan serta pengelolaan kas dan kewajiban jangka pendek belum memadai.
Kenaikan saldo hutang menjadi Rp 411 Miliar lebih, artinya defisit riil APBD menurut temuan BPK RI mencapai 2,96 % dari PDRB dan melebihi batas maksimal komulatif sebesar 2,82 %.
Penggunaan kas yang ditentukan, penggunaannya tidak sesuai peruntukannya sebesar Rp 227.610.813.736,00.
Penganggaran pinjaman hanya menghasilkan DSCR 0,46 (minimal 2,5. Kewajiban jangka pendek sebesar Rp 412.592.347.648,821 beresiko tidak dibayar di TA 2024, papar Apudin.
Mau dibawa kemana Pangandaran ke depan, hanya residu – residu yang ditinggalkan, tutupnya.
(driez/bono)