
Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) Republik Indonesia menggelar kegiatan Refleksi Akhir Tahun Keterbukaan Informasi Publik.
kabarSBI.com – Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) Republik Indonesia menggelar kegiatan Refleksi Akhir Tahun Keterbukaan Informasi Publik. Acara berlangsung di Gedung Serbaguna Kementerian Komunikasi Dan Informatika, Jakarta, Kamis, 19/12/2019.
Dalam acara refleksi ini hadir sebagai pemberi materi yaitu, Sekretaris Jenderal Kementerian
Komunikasi dan Informatika, Rosarita Niken Widiastuti yang mengangkat tema “Peran Pemerintah dan Media dalam Keterbukaan Informasi Publik”, Komisioner Komisi Informasi Pusat Bidang Kelembagaan, Cecep Suryadi yang mengangkat tema “Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2019”, Koordinator Freedom of Information Network Indonesia, Ahmad Hanafi yang mengangkat tema “Tantangan Keterbukaan Informasi Publik” serta sebagai moderator Direktur Eksekutif Komunikonten, Hariqo Wibawa Satria.
Ketua Komisi Informasi Pusat, Gede Narayana bertindak sebagai Keynote Speech sekaligus membuka acara secara resmi. Ketua KI Pusat, Gede Narayana dalam pemaparanya menyampaikan, “Komisi Informasi Pusat di tahun 2019 ini sudah berusaha dengan segala keterbatasan dan kemampuan yang ada sudah melaksanakan program-program yang ada dalam melaksanakan keterbukaan informasi publik,” kata Gede Narayana.
Dalam pemaparannya Sekjen Kemenkominfo Rosarita Niken Widiastuti, menyampaikan, “Media sosial begitu sangat terbuka karena setiap orang bisa menjadi pewarta, kalau dikatakan wartawan juga engga, mereka kan tidak punya kompetensi sebagai wartawan tapi mereka bisa menyampaikan apapun yang ingin mereka lakukan. Selalu dengan berdasarkan kebebasan berpendapat tapi sesungguhnya kebebasan berpendapat itu dibatasi oleh aturan, dibatasi oleh undang-undang, lebih dari itu dibatasi oleh tanggung jawab,”ujar Niken
Dalam kesempatan yang sama Koordinator Freedom of Information Network Indonesia, Ahmad Hanafi dalam pemaparanya menyampaikan, “Kualitas informasi publik akan mempengaruhi kualitas representasi (publik dan pemerintah dalam arti luas) yang meliputi keterhubungan, partisipasi, dan kontrol. Tidak tercapainya program-program pemerintah dalam hal pengentasan kemiskinan, keterbelakangan pendidikan, bantuan untuk lansia, ibu hamil dan menyusui, disabilitas, dan lain-lain, bisa jadi disebabkan oleh data yang tidak valid. Perihal ini, bukan rahasia. Bahkan sekelas Presiden bisa salah dalam menyampaikan data. Saya kira keresahan ini pula yang melatarbelakangi upaya percepatan pemerintah membangun transparansi dan tata kelola data melalui Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019 tentang Satu Data Indonesia,”ujar Hanafi. (yoseph/hat)