oleh

Komisi IX Dorong Riset Farmasi Berbasis Kearifan Lokal

Komisi IX Dorong Riset Farmasi Berbasis Kearifan Lokal 1
Komisi IX Dorong Riset Farmasi Berbasis Kearifan Lokal

kabarSBI.com – Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo mengatakan, Indonesia tidak boleh terlena terhadap dominasi obat-obat impor. Ia mendorong riset farmasi Indonesia harus bangkit dan mengembangkan produksi obat tradisonal yang berbasis kearifan lokal secara lebih serius lagi.

“Pada momentum pandemi Covid-19 ini, kita harus berpikir jauh kedepan. Jangan sampai kita terlena akan obat  impor atau riset yang dilakukan pihak luar negeri. Kita harus mulai bangkit dan bangun agar Indonesia tidak tergantung impor lagi, tapi bisa mandiri dengan obat berbasis kearifan lokal,” kata Rahmad melalui siaran persnya, baru-baru ini.

Rahmad menjelaskan, momentum pandemi Covid-19 adalah saat yang tepat untuk membangun industri obat di tanah air yang berbasis kekayaan sumber daya tanaman obat yang ada di bumi Indonesia. “Ingat, 90 persen bahan baku obat-obatan masih harus diimpor. Lalu kalau tidak dimulai dari sekarang, kapan lagi kita bisa mandiri,” tegas Rahmad.

Menurut politisi Fraksi PDI Perjuangan itu, untuk men-support obat tradisinal tersebut, pemerintah perlu membangun rumah sakit khusus, dimana obat-obatan yang digunakan berbahan baku dari kandungan lokal. “Kita tidak boleh terus menerus tergantung kepada obat impor,” ujarnya.

Ditambahkan Rahmad, ketergantungan Indonesia akan obat-obat impor menjadi keprihatinan bersama. Mengingat, hampir semua bahan baku alat kesehatan (Alkes), termasuk bahan baku obat-obatan yang digunakan di Indonesia, hingga saat ini masih impor.

Rahmad menilai, ahli-ahli farmasi dalam negeri memiliki kemampuan untuk mengembangkan obat-obat berbasis kearifan lokal sepanjang didukung oleh pemerintah. Untuk itu, pemerintah perlu memberi insentif kepada perusahaan farmasi. Entah itu insentif fiskal atau apapun bentuknya yang  memberi kemudahan untuk berinvestasi.

“Kita kan harus mandiri di bidang kesehatan, Karena itu, riset farmasi berbasis kearifan lokal harus didorong. Beri kesempatan kepada perusahaan farmasi untuk mengembangkan manfaat kandungan lokal, seperti jahe, kunyit serta berbagai rempah-rempah yang menjadi kekayaan alam Indonesia,” terangnya.

Pengembangan obat-obatan yang berbasis  tumbuhan di Indonesia sempat mengemuka saat awal Covid-19, Februari lalu. Saat itu, Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, industri obat-obat tradisional  bisa menjadi solusi dalam mengatasi ketergantungan obat impor.

Data Ditjen Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kemenperin, Indonesia mempunyai sekitar 30.000 varietas tanaman yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi berbagai formula obat herbal oleh pelaku industri jamu dan obat tradisional.

Masih berdasarkan data Kemenperin, saat ini ada sekitar 1.200 pelaku industri jamu, dari jumlah itu ada sekitar 129 usaha yang masuk masuk kategori industri. Sisanya merupakan industri berskala usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terklasifikasi menjadi Usaha Menengah Obat Tradisional (UMOT) dan Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT). (rnm/es/hat)

Kabar Terbaru