kabarSBI.com – Perekonomian Jawa Tengah (Jateng) pada triwulan III 2021 tumbuh 2,56 persen (yoy), melambat dibanding triwulan sebelumnya 5,72 persen (yoy). Perlambatan ekonomi tersebut terutama disebabkan oleh pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) darurat dan PPKM berbasis level, sejalan dengan meningkatnya kasus varian Delta Covid-19 pada Juli-Agustus 2021. Meski demikian Anggota Komisi XI DPR RI Musthofa optimis pertumbuhan ekonomi di Jateng akan lebih cepat bangkit.
“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena perlambatan ekonomi menurut laporan Deputi Gubernur Bank Indoesia tadi hanya dari sektor pembelanjaan saja. Ini merupakan akibat dari antisipasi daripada situasi dan kondisi Covid-19 dan gelombang yang akan datang. Jadi saya lihat tidak perlu dikhawatirkan,” ujar Musthofa usai mengikuti Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI ke Semarang, Jateng, Jumat (17/12/2021).
Politisi dari dapil Jawa Tengah II ini melihat dukungan baik dari Bank Indonesia di pusat maupun di wilayah termasuk juga OJK dan seluruh lembaga keuangan yang telah bersama-sama mendorong baik itu dari sektor ekspor maupun impor. Kolaborasi inilah yang menurutnya penting, untuk memperkuat perekonomian di Jateng ke depan. Ia meyakini dengan ekosistem tersebut, pertumbuhan ekonomi dari sektor yang paling grass root hingga yang paling atas nantinya akan tumbuh bergerak bersama.
“Tadi juga dilaporkan bahwa penyaluran KUR di Jateng merupakan yang tertinggi secara nasional, ini salah satu bukti bahwa adanya perlambatan ekonomi di Jateng ini bukan karena ada persoalan dalam perekonomiannya, tapi karena adanya kelambatan pembelanjaan dari sektor pemerintah saja, diluar itu tidak. Buktinya KUR growth semua, gak ada masalah,” ungkap Musthofa.
Hal senada turut diungkapkan oleh Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno yang menilai pertumbuhan ekonomi Jateng lebih rendah dibanding pertumbuhan yang sama di provinsi di Pulau Jawa. Hal ini terjadi karena middle low income class masyarakat di Jateng lebih besar, sehingga konsumsi penurunan ekonominya sangat tajam. Dimana, konsumsi merupakan penggerak utama pertumbuhan ekonomi.
“Ini merupakan tantangan bagi Pemerintah Daerah di Jateng termasuk juga para stakeholders yang terkait, untuk meningkatkan kegiatan ekonominya salah satunya dengan kredit. Peran kredit diperbesar agar masyarakat yang membutuhkan modal kerja untuk memulai kembali usahanya yang terpukul karena pandemi itu bisa segera dimulai. Nah tanda-tanda sudah membaik karena apa, pada Triwulan yang ke IV tadi dilaporkan pertumbuhan kredit sudah lebih tinggi dari pertumbuhan dana pihak ketiga,” jelas politisi PDI-Perjuangan itu.
Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan Bank Indonesia provinsi Jateng Pribadi Santoso melaporkan dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi daerah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jateng bersama Pemerintah Provinsi dan stakeholders terkait, senantiasa berkoordinasi dan bersinergi melaksanakan berbagai program pemulihan ekonomi. Koordinasi intensif dengan Pemerintah Provinsi dan berbagai pemda lainnya dalam berbagai isu perekonomian juga terus dilakukan.
“Dari sisi permintaan, sumber pertumbuhan ekonomi Jateng terbesar adalah investasi dan ekspor, sementara konsumsi masyarakat cenderung lemah. Dari sisi lapangan usaha, sumber pertumbuhan terbesar PDRB berasal dari sektor konstruksi, perdagangan dan industri pengolahan. Komponen yang mengalami kontraksi terdalam yaitu konsumsi pemerintah. Hal tersebut disebabkan oleh penurunan belanja pegawai, belanja barang, dan adanya relokasi anggaran untuk ketersediaan vaksinasi,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK RI Wimboh Santoso menuturkan penyaluran KUR Jawa Tengah dari bulan Januari hingga 30 September 2021 menduduki peringkat pertama dibandingkan provinsi lain, yaitu mencapai Rp37,11 triliun atau 18,05 persen dari keseluruhan penyaluran KUR Nasional. Selain itu penyaluran KUR di Jawa Tengah tumbuh 4,98 persen atau lebih tinggi dari pertumbuhan Nasional sebesar 4,34 persen secara year to date.
“Porsi Kredit UMKM di Jateng sebesar 42,63 persen lebih tinggi dibandingkan kredit UMKM Nasional sebesar 20,56 persen dan lebih tinggi dibandingkan target yang ditetapkan pemerintah untuk perbankan, yaitu proporsi penyaluran kredit sebesar 30 persen kepada UMKM. Selain itu, pertumbuhan kredit kepada UMKM di Jawa Tengah cenderung meningkat dengan pertumbuhan posisi Oktober 2021 sebesar 1,47 persen (YoY). Apabila ditinjau dari NPL, rasio kredit macet pada kalangan debitur UMKM terjaga pada angka 4,07 persen, atau lebih rendah daripada NPL debitur non UMKM,” imbuhnya. (tra/es/red)