KUNINGAN, kabarSBI.com – Menanggapi Edaran berita yang dimuat dalam media social oleh media BIN808.com tentang Dugaan Pengkoordiniran Pihak Sekolah Kepada Murid Untuk membeli LKS, faktanya tidak benar maka dengan ini kami selaku kuasa hukum Persatuan Guru Repulbik Indonesia (PGRI) dan Forum kelompok kerja kepala sekolah (K3S) Kabupaten Kuningan Propinsi Jawa Barat, Senin 12/02/24.
Bahwa Berdasarkan Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor : 2 Tahun 2008, menyatakan Departemen, Departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah dapat membeli hak cipta buku dari pemiliknya untuk menfasilitasi penyediaan buku bagi pendidik, tenaga kependidikan, dan peserta didik dengan harga yang terjangkau.
Kuasa hukum juga mengingatkan terkait pasal 8 ayat (1) menyatakan bahwa Departemen, departemen yang menangani urusan agama, dan/atau pemerintah daerah dapat mengijinkan orang-perseorangan, kelompok orang, dan/atau badan hukum untuk menggandakan, mencetak, menfotokopi, mengalih-mediakan, dan/atau memperdagangkan buku yang hak-ciptanya telah dibeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa menjadi kewajiban Pers untuk memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah, dalam artian seharusnya seorang jurnalis ketika membuat pemberitaan harus berdasarkan fakta dan bukti jangan asal unsur dugaan semata.
Perlu diberitahukan juga bahwa tidak seeloknya apabila menghalangi dan/atau diskriminasi terhadap para pedagang, hal ini berdasarkan Pasal 27 ayat (2), 28a, 28c ayat (1), 28 d ayat (1) Jo Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 jo Putusan MPR Nomor XVI/MPR/1998
– Bahwa berdasarkan Pasal 3 huruf (f) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 menyatakan bahwa kegiatan perdagangan bertujuan untuk meningkatkan kemitraan antar usaha besar dan koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah serta pemerintah dan swasta;
Kepada rekan media yang telah memberitakan berita tersebut, mohon berkenan kiranya alangkah lebih baik dan bijak apabila dalam menyampaikan pemberitaan atas satu hal, ketika 1 Narasumber menyampaikan informasi / Pemberitaan baik terkait Kinerja atau pun pelayanan yang menyangkut Institusi / Lembaga / SKPD, baiknya ada klarifikasi juga kepada yang diberitakan, dan alangkah lebih baik lagi minta pandangan orang yang dinilai lebih ahli agar bisa mendapat solusi atas apa yang diberitakan, jangan hanya klarifikasi dari 1 pihak saja, mbuhnya.
Apabila wartawan bersertifikasi berdasarkan Peraturan Dewan Pers Nomor:1/Peraturan-DP/II/2010 maka mereka akan professional dan tidak gegabah dalam meyiarkan berita dan/atau menyiarkan berita sesuai dengan faktanya tanpa ada tuduhan atau fitnah yang merugikan seseorang dan juga di khawatirkan akan berdampak telah melanggar kode etik daripada Wartawan dan/atau jurnalis yang salah satunya adalah menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar dan tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta dan fitnah berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.
Akan tetapi akan lebih baik dan lebih bijak apabila judul berita ataupun pernyataan yang disampaikan harus berdasarkan alat bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli, surat, dan petunjuk berdasarkan pasal 184 ayat (1) KUHAP jo Pasal 164 HIR, dikarenakan di khawatirkan pemberitaan tersebut juga termasuk berita yang tidak sesuai dengan kebenarannya dan/atau menyebar berita HOAX berdasarkan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016. Dan telah membuat kegaduhan di Media Sosial yang memuat penghinaan, maka hal ini termasuk ke dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, Serta melakukan ancaman yang dapat merugikan seseorang berdasarkan Pasal 369 ayat (1) KUHP jo Pasal 29 Undang-Undang ITE jo Pasal 45B undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016.
(tim/red)