JAWA TENGAH, kabarSBI.com – Sidang lanjutan perkara nomor 411 di Pengadilan Negeri Semarang pada Kamis, 5 Agustus 2024, mengagendakan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkait kasus penganiayaan terhadap calon taruna PIP Semarang, korban MG. Setelah sidang berakhir, ibu korban, YK, menyatakan kekecewaannya atas tuntutan yang dibacakan.
Dalam tuntutannya, JPU menuntut pelaku yang melanggar Pasal 170 jo Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan hukuman 1 tahun penjara.
Pasal 170 KUHP mengatur tentang tindak pidana pengeroyokan, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun 6 bulan jika dilakukan secara terang-terangan dengan tenaga bersama. Ancaman hukuman meningkat menjadi 7 tahun jika mengakibatkan luka-luka, 9 tahun jika mengakibatkan luka berat, dan 12 tahun jika mengakibatkan kematian. Pasal ini bertujuan untuk melindungi kepentingan masyarakat dari gangguan ketertiban umum.
Dalam wawancara setelah sidang, ibu korban YK mengungkapkan kekecewaannya: “Saya sangat kecewa dan bingung dengan tuntutan JPU. Anak saya mengalami luka berat, termasuk kencing darah dan trauma psikologis berkepanjangan. Pendidikan anak saya terhenti selama dua tahun dan cita-citanya sebagai calon PNS hancur. Seharusnya, tuntutan berbeda-beda untuk pelaku yang melakukan penganiayaan, yang menyuruh, dan yang merencanakan, terlebih karena ancaman tersebut sudah kami laporkan ke pimpinan kampus dua hari sebelum kejadian.”
YK juga berharap majelis hakim akan memberikan putusan yang adil dan bijaksana: “Saya berdoa dan yakin bahwa majelis hakim akan bertindak adil dan memberikan putusan yang sesuai dengan tindakan pelaku, sehingga ada efek jera dan tidak ada korban lain di dunia pendidikan.”
Sementara itu, Ridho dari LBH Semarang, pendamping korban, menyatakan: “Kami menghormati kinerja JPU, namun kami berharap majelis hakim akan memutuskan dengan seadil-adilnya. Kami akan terus mengawal jalannya sidang hingga putusan akhir.”
Ridho menambahkan, “Harapan kami adalah agar para pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal untuk menciptakan efek jera dan mencegah kekerasan di lingkungan pendidikan.”
(Tim/red)