oleh

Pimred SBI Menyoal PT. BPR DANATAMA ARTHA KASSITI Terkait Penyitaan Agunan Atas Perjanjian Kredit Di Desa Sukadana Cibeureum Kabupaten Kuningan

-Daerah, Headline, Hukum, Sosial-2697 Dilihat

Pimred SBI Menyoal PT. BPR DANATAMA ARTHA KASSITI Terkait Penyitaan Agunan Atas Perjanjian Kredit Di Desa Sukadana Cibeureum Kabupaten Kuningan 1

KUNINGAN,kabarSBI.com

Penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai dengan ketentuan pasal 38 KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan Pengadilan Negeri.

Bentuk penyitaan yang tidak tepat dapat di masukan ke dalam ruang lingkup kejahatan penyitaan.Pencabutan tersebut melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara.

Agung Sulistio pimred SBI aktivis media ingatkan pihak PT.BPR DANATAMA ARTHA KASSITI yang telah melakukan penyitaan/pemasangan plang penjualan agunan atas perjanjian kredit nomor 6039-LEG/PKK/06/2023 tanggal 27 Juni 2023.

Dasar Hukum,Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan,Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK,Peraturan OJK Nomor 62/POJK.03/2020 Tentang Bank Perkreditan Rakyat.

“Bahwa, apabila calon debitur mengajukan permohonan pinjaman kepada bank dengan menyertakan segala bentuk surat-surat, yaitu identitas peminjam, jaminan pinjaman berupa Akta Kepemilikan atas Tanah dan Bangunan serta surat-surat perizinan usaha jika Debiturnya adalah badan hukum.

Jika menurut Bank permohonan yang diajukan oleh Debitur memenuhi kriteria, maka terjadilah kesepakatan pemberian Fasilitas Kredit (Bank Konvensional) atau Pembiayaan (Bank Syariah) kepada Debitur,”keterangan agung

Tindak lanjut dari kesepakatan pinjam meminjam tersebut, bank memberikan sejumlah dana (uang) sebagai bentuk pinjaman kepada Debitur, kemudian Debitur memberikan surat-surat kepemilikan tanah/bangunan ataupun benda lainnya sebagai jaminan pelunasan pinjaman. Jaminan berupa tanah dan bangunan biasanya dibebani dengan pemasangan Sertifikat Hak tanggungan yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“dari kesepakatan Fasilitas Kredit tersebut, Bank memberikan syarat kewajiban agar Debitur membayar pinjaman/kredit dengan sistem angsuran/cicilan setiap bulan dengan tenggang waktu pelunasan antara 1 (satu) s/d 20 (dua puluh) tahun,

apabila Debitur melakukan pembayaran angsurannya secara tepat waktu sampai dengan adanya pelunasan, maka Bank tentu akan memberikan penilaian bahwa Debitur tersebut adalah debitur/nasabah dengan predikat baik, sehingga kemudian Bank akan lebih percaya untuk kembali memberikan pinjaman kepada Debitur dengan predikat baik tersebut,

upaya Bank dalam menghindari adanya kredit macet adalah dengan menggunakan aturan kesepakatan atas Jaminan Hak Tanggungan pada sertifikat kepemilikan nasabah jika bentuknya asset tak bergerak (tanah dan bangunan) atau penerapan Jaminan Fidusia jika jaminan berupa benda bergerak (mobil, mesin dan lain-lain),”ujarnya

Terhadap ketentuan pembebanan Hak Tanggungan atas jaminan pinjaman, negara telah menerbitkan peraturan hukum pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah.

“didalam praktek apabila terdapat Debitur yang wanprestasi, biasanya Bank akan mengirimkan Surat Peringatan kepada Debitur agar melaksanakan kewajibannya dalam pembayaran angsuran sesuai dengan yang diperjanjikan. Peringatan tersebut biasanya diajukan paling sedikit sebanyak 3 (tiga) kali untuk memenuhi syarat keadaan wanprestasi nya debitur,

adapun yang harus dilakukan oleh bank ketika kredit macet yaitu:

1.Memberitahukan adanya keterlambatan pembayaran.

2.Melayangkan surat peringatan

3.Asset di sita.

apabila telah diperingati secara patut tetapi Debitur tidak juga melakukan pembayaran kewajibanya, maka Bank melalui ketentuan hukum yang terdapat pada Pasal 6 dan Pasal 20 UU RI No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, akan melakukan proses Lelang terhadap Jaminan Debitur,

Pimred SBI Menyoal PT. BPR DANATAMA ARTHA KASSITI Terkait Penyitaan Agunan Atas Perjanjian Kredit Di Desa Sukadana Cibeureum Kabupaten Kuningan 2

Bank biasanya lebih banyak mengajukan permohonan Lelang Jaminan Hak Tanggungan kepada Balai Lelang Swasta. Selanjutnya Balai Lelang Swasta akan meneruskan permohonan tersebut kepada KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang),

dengan landasan aturan hukum yang dipakai adalah Pasal 14 UU RI No. 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan yang mengisyaratkan bahwa Pelaksanaan Lelang Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan hukum pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),

Prosedurnya, Pemohon Lelang Eksekusi (Bank) mengajukan permohonan melalui Kepaniteraan Pengadilan, kemudian Pengadilan menerbitkan Surat Anmaning (Peringatan kepada debitur) sebanyak 2 (dua) kali untuk diberi kesempatan melakukan pelunasan pinjaman kepada bank,

apabila Debitur tidak melaksanakan kewajibannya meskipun sudah diperingati (anmaning) maka selanjutnya Pengadilan meletakkan sita jaminan terhadap objek lelang lalu meneruskan prosesnya sampai dilakukannya Pelaksanaan Lelang oleh KPKNL sebagai penyelenggara lelang yang difasilitasi oleh Badan Peradilan,”ungkap agung

menambahkan agung,oleh karena penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai dengan ketentuan pasal 38 KUHAP, penyitaan hanya dapat dilakukan Pengadilan Negeri,

berdasarkan pelaksanaan pasal 1131 KUHPerdata atas jaminan benda milik debitur, menjelaskan bahwa kreditur ataupun debt collector tidak boleh menyita paksa barang-barang milik debitur karena sita jaminan atas harta kekayaan debitur yang tidak diperjanjikan harus melalui gugatan pengadilan negeri. Dengan kata lain, penyitaan atas barang-barang milik debitur yang wanprestasi hanya bisa dilakukan atas putusan pengadilan,

langkah hukum yang bisa dilakukan jika penyitaan asset dilakukan secara illegal

bentuk penyitaan yang tidak tepat dapat di masukan ke dalam ruang lingkup kejahatan penyitaan. Pencabutan tersebut melanggar Pasal 368 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman 9 tahun penjara,

 

jika proses penyitaan tidak sesuai dengan prosedur, maka dapat melaporkannya ke kepolisian, dan dapat juga mengajukan gugatan perdata. Bank yang menghilangkan barang jaminan dapat dikenakan hukum pidana karena melanggar perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur dan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana penipuan berdasarkan pasal 378 KUHP. Apabila menyita asset tidak bergerak secara illegal, maka perbuatan tersebut sudah termasuk dalam tindak pidana berdasarkan Pasal 385 KUHP. Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Nomor: 66/Pid.Pra/2021/PN JKT SEL,

adapun langkah hukum yang ditinjau berdasarkan unsur keperdataan yaitu dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri dengan dasar Perbuatan Melawan Hukum berdasarkan Pasal 1365 KUHPerdata.” pungkasnya

 

(tim/as)

Kabar Terbaru