JAKARTA, kabarSBI.com – Kantor Pertanahan Kota Jakarta Utara/BPN Jakut tersandung masalah dalam menerbitkan sertifikat hak guna bangunan “di tanah bermasalah” berlokasi di Gang Karya, Kelurahan Papanggo, Tanjung Priok Jakarta Utara melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Tahun 2018 lalu.
Padahal pada tahun 2017 warga Gang Karya Kelurahan Papanggo bersama salah satu LBH pernah mengadukan hal ini bahkan sempat beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak BPN di bagian konflik, sengketa dan perkara namun tidak ada titik terang. Anehnya, tahun 2018 “simsalabim” terbit 3 sertifikat dengan luas total 7.875 m2 atas nama satu orang, yaitu Suryati.
BPN Jakarta Utara dinilai memaksakan kehendak dan terindikasi melakukan maladministrasi atas terbitnya HGB Nomor 06617/Papanggo seluas 5.165 m, 06573/Papanggo seluas 1.234 m2, dan 06574/Papanggo seluas 1.476 m2 pada tanggal 23 Desember 2018, yang keseluruhannya atas nama Suryati.
BPN dinilai mengabaikan situasi yang berkembang di masyarakat dan kurang jeli dalam menganalisa keinginan pemohon melalui pengurus PTSL. Ibarat nasi telah menjadi bubur, akibatnya BPN Jakut dilaporkan tahun 2019 dan kini harus menjalani persidangan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) DKI Jakarta yang tidak tertutup kemungkinan akan melibatkan pihak-pihak terkait.
Dalam persidangan yang disampaikan pada kantor redaksi kabarSBI.com, berdasarkan keterangan Ahli DR. Hotma P. Sibuea, SH., MH. (Ahli HTN/HAN) dalam sidang perkara nomor 49/G/2020/PTUN.DKI, oleh penggugat Herry Kurniawan (cs) selaku Ketua PAGARAYA (Persatuan Warga Gang Karya) terdaftar pada Kamis, 05 Maret 2020. Sidang tersebut di Ketuai oleh Majelis Hakim DR.Andi Muh. Ali Rahman, SH,MH, pada hari Kamis, 9 Juli 2020 lalu.
Dalam laporan mediatransparancy.com, Ahli (Hotma P. Sibuea) di Pengadilan Tata Usaha Negara DKI Jakarta, yang pada pokoknya menjelaskan bahwa produk Ketetapan/Keputusan Tata Usaha Negara yang melanggar undangundang atau peraturan lainnya merupakan produk tata usaha Negara yang tidak sah.
Dan ketika seorang pejabat negara mengeluarkan keputusan yang tidak sah maka dapat dicabut oleh pejabat negara setingkat diatasnya atau melalui jalur Pengadilan, dan dalam mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara, seorang pejabat negara tidak boleh melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Sebelumnya, Kuasa Hukum Penggugat Mahadita Ginting SH., MH., menjelaskan bahwa sebelum mengajukan gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara, warga Gang Karya Papanggo pernah mengajukan keberatan/pembatalan terhadap sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 06617/Papanggo seluas 5.165 m, 06573/Papanggo seluas 1.234 m2, 06574/Papanggo seluas 1.476 m2 yang keseluruhannya atas nama Suryati yang diterbitkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara dimana Sertifikat HGB tersebut diterbitkan diatas tanah milik negara.
Tetapi saat itu Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara tidak menanggapi aspirasi masyarakat sehingga harus berurusan di meja hijau.
Mahadita Ginting, menjelaskan dalam gugatan tersebut Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara menerbitkan sertifikat Hak Guna Bangunan Nomor 06617/Papanggo seluas 5.165 m, 06573/Papanggo seluas 1.234 m2, 06574/Papanggo seluas 1.476 m2 yang keseluruhannya atas nama Suryati telah melanggar Pasal 4 huruf (a) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah.
Dalam pasal tersebut kewenangan Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara dalam menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan perseorangan dibatasi luasnya tidak boleh lebih dari 3.000 m2.
Sedangkan dalam perkara ini Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara telah menerbitkan sertifikat HGB No. 06617, 06573, dan 06574, dengan nama perseorangan Suryati total luasnya 7.875 m2, sehingga Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara telah melampaui kewenangannya dalam menerbitkan Sertifikat HGB.
Kuasa Hukum Penggugat lainnya, Efendi Matias Sidabariba, SH menambahkan bahwa selain soal luas yang di duga dilanggar oleh Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara, dalam menerbitkan HGB No. 06617, 06573, dan 06574, yang keseluruhannya atas nama Suryati.
“Ini di duga telah melanggar Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.”
“Karena antara data fisik dan data yuridis yang menjadi dasar penerbitan ketiga Sertifikat HGB tersebut atas nama Suryati tidak sama, dalam data yuridis yang dibuat oleh Kepala BPN Jakarta Utara bahwa di lokasi tersebut dikuasai oleh Suryati, kenyataannya tidak, melainkan dikuasai secara fisik oleh warga Gang Karya,” terang Efendi.
Selain itu, kata Efendi, dalam data yuridis lainnya dilokasi tersebut merupakan tanah kosong dan hanya beberapa bangunan, dalam kenyataannya tidak.
“Data fisiknya di lapangan bahwa lokasi tanah tersebut telah penuh oleh bangunan milik warga Gang Karya bahkan tidak lagi terlihat ada tanah kosong diatas lokasi tanah tersebut. Jelas ini tidak benar, harus dibatalkan,” pungkasnya seraya menyebut siding PTUN akan dilanjutkan pada Rabu (15/7/2020) mendatang.
Sementara itu, Kepala Kantor Pertanahan Jakarta Utara Hiskia Simarmata maupun kepala seksi yang terkait hingga berita ini diturunkan, Senin sore (13/7/2020) belum juga dapat menjawab konfirmasi awak media. (r/as)