Proyek Pipanisasi Pertamina di LakboK Memanas, Mediasi Muspikab Gagal

Daerah, Headline2120 Dilihat
Mediasi warga terdampak proyek pipanisasi Pertamina
Pertemuan warga Lakbok, Pertamina dan unsur Muspikab di ruang Aula Camat Lakbok, Kabupaten Ciamis.

CIAMIS, kabarSBI.com – Persoalan sengketa tanah antara PT. Pertamina dengan warga terdampak proyek pipanisasi pertamina di 3 (Tiga) Dusun yakni, Dusun Citamiang, Dusun Cibodas dan Dusun Cikawung, Desa Cintaratu, Kecamatan Lakbok, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat masih terus berlanjut dan kian memanas.

Proyek pipanisasi Pertamina terhenti

Permasalahan tersebut telah bergulir dalam beberapa bulan terakhir, bahkan proyek pipanisasi pertamina untuk pipa Bahan Bakar Minyak (BBM) sempat terhenti. Hal itu disebabkan hasil kesepakatan bahwa PT. Pertamina tidak bisa melanjutkan proyek pengerjaan pemasangan pipanisasi, sebelum terjadinya penyelesaian pembayaran ganti rugi atas tanah milik warga.

Permasalahan yang berlarut membuat Pemerintah Kecamatan Lakbok, turun serta memfasilitasi pertemuan antara warga terdampak proyek pipanisasi pertamina dan pihak PT Pertamina. Meski begitu, pertemuan yang dimediasi langsung Camat Lakbok Wiwik Dewikoraningsir di Ruang Aula Kantor Kecamatan Lakbok, Jumat, 27/8/2021, berujung Deadlock.

Padahal, selain Camat unsur muspikab turut hadir yaitu Asda I dan II Pemda Kabupaten Ciamis; Kepala Bagian Pemerintahan Umum Sekda Kabupaten Ciamis; Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Ciamis; Dinas Pekerjaan Umum; Pertanahan Rakyat; Dinas PMPTSP; Dinas DPRKLPH; Kepala Satpol PP dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Ciamis; Kapolsek dan Danramil Lakbok; KUA Lakbok dan Kepala Desa Cintaratu.

Sementara dari unsur pimpinan PT Pertamina hadir antaranya Manager Asset MOR III, Manager Legal MOR III, PM Pipelial dan Aviator Proyek Pipa CB III, Manager Humas MOR III Pertamina, KSO Hutama Karya (HK), PT. PDC.

Sedangkan dari unsur warga terdampak proyek pipanisasi pertamina diwakili oleh H. Suyono selaku Ketua Paguyuban Warga Berdampak Pertamina (PWBP), beserta anggota.

Dalam rapat pembahasan kedua belah pihak saling klaim satu sama lain, terkait status tanah yang dipakai PT Pertamina untuk pemasangan pipa BBM Bahan Bakar Minyak ini memiliki kepemilikan yang berbeda.

“Kami tidak akan mempermasalahkan adanya sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB). Namun menurut kami, pihak PT Pertamina sudah membohongi dan mempermainkan warga yang terdampak proyek pipanisasi Pertamina. Mulai dari awal pihak Pertamina mengaku kalau itu tanah miliknya berupa Sertifikat Hak Milik (SHM), tetapi usai diadakan pertemuan di gedung DPRD Kabupaten Ciamis, Pertamina mengeklaim kalau hal itu milik PT Pertamina dengan status Hak Guna Bangunan,”ungkap Suyono.

Menurutnya, claim hal tersebut memicu terjadinya konflik hingga sampai sekarang belum menemukan titik temu penyelesaian

.”Kalau kami ini tidak mempersoalkan keterangan dari Badan Pertanahan Nasional yang sempat membeberkan teknis munculnya SHM atau HGB. Yang jelas, pihak PT Pertamina menurutnya telah berjanji akan membayar ganti rugi atau sewa atas lahan yang sudah ditempati selama 44 tahun lamanya, buktiknya PT Pertamina belum pernah sepeserpun membayar sewa atas lahan kami,” tandasnya

Mengenai munculnya HGB, kata Suyono, PT Pertamina dinilai masih banyak menimbulkan persoalan baru. Sebab posisi warga baik yang terdahulu sampai sekarang tidak pernah merasa menjual atau bahkan menerima uang sewa dari pihak PT Pertamina.

Bahkan pihaknya menuding ada dugaan kuat keterlibatan pihak – pihak tertentu, seperti Mafia penyerobotan tanah yang melakukan hal tersebut.

“Sudahlah jika, rapat atau audensi ini hanya berkutat diaspek ini seperti obat nyamuk yang melingkar (muter – muter) gak jelas, dan tidak ada ujung penyelesaiannya. Dari dari dulu hingga sekarang kami terus berseteru diaspek ini. Sekarang kita adu data saja secara terbuka biar pihak – pihak terkait atau publik bisa tahu, bagaimana yang sesungguhnya,”tantang Suyono.

Ia menyakinkan bahwa pihaknya masih memeiliki para saksi hidup yang berjumlah sekitar 15 orang.

“Bahwa sampai saat ini masih ada kok, saksi hidup kurang lebih lima belas orang yang pada waktu itu sekitar Tahun 1977 atau 1984 pihak PT Pertamina melakukan pembangunan/pemasangan Pipa BBM di dibelakang aula rapat ini. Mereka masih hidup, bagaimana dulu PT Pertamina pertama kali akan melakukan pembangunan/pemasangan pipa,” terangnya.

Lebih jauh, Suyono mengatakan pada Undang – Undang Pokok Agraria Pasal 24 ayat 1 dinyatakan, Hak Guna Bangunan atas tanah hak milik terjadi dengan pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT).

Sedangkan, lanjut dia, pada ayat 2-nya, pemberian Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik sebagaimana dimkasud dalam ayat 1 Wajib didaftarkan pada kantor Pertanahan.

“Sedang pada Pasal 44 menyatakan bahwa seseorang atau suatu badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila Ia berhak menggunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan dengan membayar kepada pemiliknya sejumlah uang sebagai sewa.
Nah, sampai saat ini kami warga belum pernah menerima seperakpun uang atas sewa tersebut,” ungkapnya.

“Maka dari itu, kami warga sebetulnya hanya meminta PT Pertamina untuk menyelesaikan persoalan sewa tersebut. Itu saja,” tegas dia.

Sementara itu, Irpan selaku Manager Asset MOR III/Marketing Regional Jawa Barat PT Pertamina mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pekerjaan yang sudah direncanakan.

“Kami akan tetap melakukan pekerjaan, karena secara ligel hak kepemilikan tanah tersebut jelas milik kita (Pertamina, red). Sebagaimana yang disampaikan Badan Pertanahan Nasional (BPN) itu jelas dan warkah – warkahnya pun itu ada. Tentu kami berharap, bisa dilakukan pekerjaan, akan tetapi juga, kami akan berkodrinasi dengan Pemda,’,” jelas Irpan, usai pertemuan rapat kepada wartawan.

“Pekerjaan ini tetap bisa dilanjutnya dengan cara cara baik, mengingat program ini juga program Nasional demi pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) di Jawa Barat,” tambahnya.

Disinggung mengenai pernyataan sikap sebelumnya, pada pertemuan di Aula Desa Cintaratu PT Pertamina tidak akan bayar ganti rugi. Sebab tanah tersebut adalah milik Pertamina berupa SHM yang sertifikatnya ada di kantor Jakarta.

“Saya tidak bermaksud kesana, yakni SHM. Akan tetapi taah itu milik kami dan dengan jelas sudah disampaikan kalau itu HGB, bukan SHM,” jawab Irpan. (bono/r/as)