oleh

Tren Pariwisata Berubah, BK DPR Gelar FGD UU Kepariwisataan

-Nasional, Sosial-489 Dilihat

Tren Pariwisata Berubah, BK DPR Gelar FGD UU Kepariwisataan 1kabarSBI.com – Seiring berjalannya waktu, terjadi perubahan pandangan atas dampak pariwisata di suatu negara. Di Indonesia, pariwisata memiliki peran besar terhadap ekonomi nasional. Untuk itu, perubahan tren pariwisata nasional yang terus terjadi perlu didukung penuh berbagai pihak, guna mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan. Berangkat dari latar belakang ini, Pusat Penelitian Badan Keahlian (BK) Sekretariat Jenderal DPR RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertema ‘Urgensi Perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan’. Pasalnya, UU Kepariwisataan ini dinilai sudah tidak relevan.

Bertempat di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) seminar ini dihadiri oleh Kepala Badan Keahlian (BK) DPR RI, Inosentius Samsul; Akademisi IPB, Prof. Syamsul Maarif; Sekretaris Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat, Chrispianus Mesima; Dosen Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng, Inosensius Sutam; dan  perwakilan LSM, Yoseph Sampurna Nggarang. Seminar ini guna mendapat masukan dari pakar dan masyarakat  untuk memperkaya BKD sebagai supporting system lembaga DPR dalam penyusunan Naskah Akademi RUU.

“UU Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009 sudah 13 tahun menjadi payung hukum tata kelola kepariwisataan. Padahal, tren pariwisata terus berubah dan perkembangan teknologi saat ini juga mengharuskan dunia pariwisata untuk mampu beradaptasi dengan platform digital. Karenanya diskusi ini penting sebagai bahan masukan kami,” kata Kepala BK DPR RI Inosentius Samsul dalam sambutannya, Jumat (10/6/2022).

Selain itu, lanjut Sensi, sapaan akrabnya, dari hasil diskusi BK DPR RI dengan Komisi X, pihaknya juga mencatat ada beberapa permasalahan di UU Kepariwisataan. Misalnya masalah regulasi antara pemerintah pusat-daerah, kelembagaan pariwisata, tata kelola, serta sumber daya manusia yang belum optimal sehingga perlu diperbaiki. “Untuk itu kami butuh masukan bapak-bapak untuk kami adopsi nanti dalam pembahasan NA (naskah akademik). Saya juga berharap bapak-bapak tidak berhenti di sini, tetapi juga turut mengawal,” harapnya.

Akademisi IPB Prof. Syamsul Maarif mengatakan manajemen pembangunan dan pengembangan pariwisata menuju pariwisaya berkelanjutan pada hakekatnya ditujukan untuk mencari pemerataan pembangunan antar generasi pada masa kini muapun yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Untuk itu strategi pembangunan berkelanjutan perlu diperhatikan, seperti pemerataan, partisipasi, keanekaragaman, integrasi dan perspektif jangka panjang,” katanya.

Adapun, tantangan pengembangan pariwisata berkelanjutan menurutnya ada pada kesalahan pola pikir dan prinsip pengelolaan pariwisata yang masih perlu dibenahi. “Misalnya, berapa banyak wisatawan yang bisa ditarik ke suatu daerah tujuan wisata (destinasi)? Serta pelayanan dan fasilitas apa yang wisatawan inginkan? Kesalahan fatal yang sering kali terabaikan adalah kapasitas maksimal daeran tujuan wisata tersebut dalam menampung  kunjungan wisatawan dalam periode tertentu,” jelas Syamsul.

“Sebab hal ini akan berdampak pada kelestarlan sumber daya di daerah yang dijadikan daya tarik wisata. Bagaimana target pasar yang tepat untuk daerah tujuan wisata tersebut. Tidak semua wisatawan yang berkunjung ke suatu destinasi wisata dapat dikatakan wisatawan yang potensial dan berkualitas,” katanya. (rnm/sf/red)

Kabar Terbaru