JAKARTA, kabarSBI.com – Satu lagi kriminalisasi terhadap wartawan bakal dipenjara karena tulisannya terjadi. Kali ini menimpa seorang Pimred media online klikbmr.com di Kotamobagu dilaporkan oleh oknum anggota DPRD setempat karena tulisan yang berisi kritikan moral terhadap oknum tersebut melalui media yang dikelolanya.
Kasus ini, disampaikan pada redaksi kabarsbi.com, di Jakarta, terus bergulir hingga ke Pengadilan Negeri Kotamobagu, Sulawesi Utara dan siap disidangkan.
Terkait kasus kriminalisasi jurnalis di Sulawesi Utara itu, Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan prihatin dan mengencam tindakan oknum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kotamobagu, Muliadi Palutungan.
Pasalnya, oknum anggota DPRD tersebut, semestinya wajib mempelajari dan mengetahui berbagai perundangan dan peraturan yang berlaku di negara ini terlebih UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Oknum anggota dewan tersebut buta UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Yang bersangkutan tidak mengerti bahwa keberatan atau komplain terhadap pemberitaan pers harus melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi, bukan melalui mekanisme lapor polisi,” kata Wilson, melalui pesan WhatsApp, Kamis, 11/10/2018.
Pria alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu berpendapat dari kasus pelaporan delik pers menggunakan UU ITE terkait berita berjudul “Istri Anggota DPRD Kotamobagu Ini Posting Foto Tak Senonoh” yang di publikasikan melalui situs website (baca/klik) www.klikbmr.com terlihat jelas bahwa oknum anggota dewan tersebut tidak paham perarturan atau UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.
“Lebih fatal lagi, sebagai anggota dewan, oknum ini jelas dan nyata tidak mampu menunjukkan dirinya sebagai seorang anggota dewan, yang dalam kesehariannya harus memberikan contoh tauladan hidup yang baik dan benar, sesuai tuntunan agama, norma sosial, dan nilai moral kemasyarakatan lainnya,” papar Wilson, lulusan Master di bidang Etika Terapan dari Univeritas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia ini.
Oknum tersebut, menurutnya, merupakan produk gagal dari sebuah demokrasi di Kotamobagu. Rakyat setempat pastinya merugi membayar biaya hidup yang bersangkutan, yang hanya mampu bercengkrama hingga berbuah hasil karya foto kurang elok di jejaring media sosial facebook.
Alumnus Pascasarjana Bidang Global Ethics dari Birmingham University, Inggris itu, juga menyingung bahwa seharusnya aparat penegak hukum di Kotamobagu dan seluruh Indonesia, dari jajaran kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman sangat perlu mempelajari substansi dan hakekat peraturan perundangan di bidang pers, yakni Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999.
Dengan demikian, kemerdekaan pers sebagaimana diamanatkan dalam pasal 28 F UUD NRI tahun 1945 dan deklarasi internasional tentang HAM dapat ditegakkan.
“Hukum harus bebas dari intervensi pihak manapun, termasuk dari oknum perwakilan rakyat yang bermoral bejat, yang anti kritik dari rakyat yang membayar biaya pembelian celana dalam istrinya, oknum pejabat korup, dan sebangsanya. Aparat hukum harus menempatkan Pers sebagai pilar demokrasi, alat kontrol dan pengawasan terhadap perilaku menyimpang para pengguna uang rakyat,” tandas Wilson.
Salah seorang tokoh pers Indonesia, Wilson Lalengke, juga sebagai Ketua Sekretariat Bersama (Sekber) Pers Indonesia, menyatakan menolak cara-cara yang tidak sesuai mekanisme UU Pers dalam merespon pemberitaan media yang dipandang menyudutkan pihak tertentu.
“Kita menolak cara-cara brutal oknum anggota dewan di Kotamobagu itu dan di seluruh Indonesia, yang buta UU Pers, anti kritik, memanfaatkan UU ITE untuk kepentingan pribadi, dan tidak sadar diri sebagai warga yang isi perutnya dibayar rakyat,” tutup Wilson mengakhiri pesan WhatsApp-nya.
Dilaporkan Polda Sulut
Sebelumnya, dikutip dari indobrita.co, anggota DPRD Kotamobagu, Muliadi Paputungan melaporkan Supriyadi alias Oping ke Kepolisian Daerah Sulawesi Utara (Polda Sulut), Rabu (7/6/2017). Laporan itu terkait pemberitaan Oping di media salah satu media yang menurut Muliadi telah mencemarkan nama baiknya.
Eka Tindangen selaku kuasa hukum politisi Partai Demokrat ini menyebut langkah itu harus ditempuh karena nama baik kliennya, termasuk sang istri telah dicemarkan dan dihina lewat sebuah tulisan di sebuah website, www.klikbmr.com.
Menurut Eka, terlapor mengambil foto sang legislator dan istrinya dari album di facebook tanpa meminta izin terlebih dahulu. Selanjutnya pada 1 Juni 2017 membuat tulisan dalam sebuah website dengan judul istri anggota DPRD Kotamobagu ini posting foto tak senonoh.
“Ini jelas-jelas sebuah penghinaan dan klien kami merasa nama baiknya sudah dicemarkan. Klien kami sebagai publik figur, yang berprofesi sebagai Wakil Rakyat di DPRD Kota Kotamobagu sudah terusik dengan tulisan ini,” kata Ketua DPD IKADIN (Ikatan Advokat Indonesia) Sulut itu. (red/as)