Menyuarakan Aspirasi Rakyat Lebong, Demonstrasi Sebagai Sarana Keadilan Masyarakat

Daerah, Headline, Opini, Sumatera5692 Dilihat

Menyuarakan Aspirasi Rakyat Lebong, Demonstrasi Sebagai Sarana Keadilan Masyarakat 1

Opini oleh:Casim Hermanto -Ketua BSKN Prov. Bengkulu

 

Aksi demonstrasi yang terjadi atas penyegelan kantor Wakil Bupati Lebong bukanlah hal yang asing dalam dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara. Demonstrasi ini mencerminkan ekspresi kekecewaan masyarakat yang merasa bahwa aspirasi dan kebutuhan mereka tidak diakomodasi secara memadai oleh pemerintah daerah. Dalam konteks hukum dan kemanusiaan, demonstrasi adalah bagian dari hak asasi manusia untuk menyampaikan pendapat yang diatur dalam Pasal 28E Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

 

Masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan ketidakpuasan mereka terhadap keputusan atau tindakan yang dianggap tidak sesuai dengan kepentingan publik. Penyegelan kantor Wakil Bupati Lebong yang dalam pandangan masyarakat menandakan adanya ketidak beresan atau ketiadaan transparansi dalam pemerintahan, adalah pemicu yang wajar untuk aksi tersebut. Dalam hal ini, demonstrasi berfungsi sebagai saluran bagi masyarakat untuk meminta pertanggungjawaban dan mendorong pembenahan dalam tata kelola pemerintahan.

 

Menariknya, langkah Wakil Bupati Lebong yang melaporkan tindak pidana pengerusakan terhadap pihak-pihak yang melakukan demonstrasi justru bisa disikapi dengan penuh kehati-hatian. Sementara laporan tersebut resmi dan harus diterima oleh pihak Polres Lebong, kita tidak boleh terburu-buru dalam menilai niat di balik aksi tersebut. Harus diingat bahwa demonstrasi ini bukanlah tindakan anarkis, melainkan sebuah ekspresi untuk menyuarakan keadilan dan mencari perhatian atas masalah yang mengganggu masyarakat.

 

Sebagai masyarakat yang sensitif terhadap hukum dan moralitas, kita tetap harus menekankan pentingnya memahami konteks dan motivasi dari aksi demonstrasi tersebut. Kekecewaan masyarakat terhadap pemerintah daerah harus dipahami sebagai sinyal adanya masalah yang lebih besar dan perlu diaddress secara komprehensif. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika semua pihak, termasuk aparat penegak hukum, meletakkan sisi moral dan sisi kekecewaan masyarakat sebagai prioritas. Dialog yang konstruktif dan terbuka antara pemerintah dan masyarakat adalah kunci untuk menciptakan solusi yang saling menguntungkan tanpa harus terjebak dalam proses hukum yang bisa memecah belah.

 

Akhirnya, mari kita jadikan aksi demonstrasi ini sebagai momentum untuk dialog yang lebih produktif antara pemerintah dan masyarakat. Dengan demikian, kita dapat menciptakan tata pemerintahan yang lebih baik dan responsif terhadap kebutuhan seluruh lapisan masyarakat, tanpa mengabaikan prinsip-prinsip hukum dan kemanusiaan.

 

Harapan kami adalah, pihak polres lebong tidak terburu-buru melakukan proses hukum terhadap pihak-pihak yang diduga pelaku, namun disi lain melihat suatu fenomena dan peristiwa apa yang terjadi sehingga penyesalan itu ada, sehingga dapat menyimpulkan apa yang harus dilakukan, karena aspirasi rakyat adalah suara yang harus didengar, dan jika melihat pada konteks adagium hukum yang berbunyi: vox populi vox dei, suara rakyat itu adalah suara Tuhan, artinya, pemerintah harus mendengar apa yang diinginkan oleh masyarakat, bukan menciptakan suasana yang menjadi sikap tidak mengayomi masyarakat, bukan melaporkan masyarakat kepolisian, melainkan melakukan dialog terbuka, karena pemimpin ada karena ada rakyat.

 

(Tim/Red)