MALUKU, kabarSBI.com – Menyikapi maraknya pungutan yang dilakukan oleh lembaga Pendidikan lewat Komite Sekolah, baik pada tingkat Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum dan Kejuruan di Propinsi Maluku, khususnya di wilayah kota Ambon, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Propinsi Maluku, Hasan Slamet mengungkapkan sangat prihatin terhadap berbagai bentuk pungutan yang dilakukan secara masif, terstruktur dan berkelanjutan yang dilakukan pada tingkatan satuan pendidikan.
Hal ini disampaikan oleh Hasan Slamet kepada media masarikuOnline saat di wawancarai di ruang kerjanya pada kantor Ombudsman RI Propinsi Maluku di Poka, kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon pada Jumat (06/01/2023).
Hasan Slamet menjelaskan, hal yang terjadi ini karena mereka tidak bersandar pada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2017/2020 tentang Komite Sekolah.
“Ombudsman menilai perbuatan yang dilakukan berkaitan dengan pungutan yang dilakukan secara masif dan berkelanjutan ini sangat menggangu orang tua, itu juga sangat bertentangan dengan aturan,” jelasnya.
Oleh karenanya menurut Hasan Slamet berharap kepada Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten/Kota serta kepala-kepala Dinas Pendidikan sebagai penanggungjawab Pendidikan untuk dapat melihat persoalan ini.
“Banyak laporan masyarakat yang disampaikan ke Ombudsman terkait pungutan -pungutan yang bervariasi dan tidak berstandar terhadap pola pengelolaan pendidikan, sehingga membuat masyarakat menjadi kebingungan,” ungkapnya.
Hasan Slamet mengungkapkan lagi, pungutan ini dimana-mana terjadi, pada hal mereka telah mendapatkan dana Bos dan dana Bosda, tapi seakan-akan tidak cukup. Kalau itu tidak mencukupi harus di cari alternatif lain seperti dibuat peraturan Gubernur atau Bupati/Walikota dan sebagainya yang dapat melindungi perbuatan pungutan itu sehingga ada dalam satu koridor yang di bolehkan, jangan tenaga Pendidik lewat Komite Sekolah melakukan pungutan seenaknya saja sebab masyarakat sudah sangat resah.
“Dicontohkan ada beberapa sekolah SMK yang melakukan pungutan dengan sangsi, bila anak tidak melakukan pembayaran uang komite sekolah dengan tenggang waktu yang ditentukan, dia tidak berhak mengambil Ijazahnya, atau dia tidak berhak untuk mengikuti tes online, bahkan sampai akun anak sampai ditutup, banyak laporan masyarakat kepada ombudsman terkait persoalan-persoalan ini,” tuturnya.
Hasan Slamet menambahkan, ada sesuatu yang membuat kegaduhan seperti ini, ada orang tua yang tingkat ekonomi menengah ke bawah sudah sangat resah dengan pungutan sekolah, lewat Komite Sekolah, oleh karenanya kalau hal seperti ini dibiarkan berlarut-larut maka akan terjadi suatu keadaan dimana kita melakukan maladministrasi tetapi kita biarkan. Olehnya itu harus ada langkah-langkah strategis yang perlu dilakukan, boleh lakukan pungutan tetapi harus memenuhi standar pungutan (tidak boleh dilakukan kepada orang tua wali murid, tidak boleh ditentukan besaran dan waktu pembayaran serta tidak bersifat wajib).
“Ada sekolah yang berlindung di bawah kesepakatan yang dibuat oleh pihak sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa, hal semacam ini batal demi hukum, kalau kesepakatan yang dibuat ada unsur-unsur kejahatan yang menguntungkan sebagian orang, itu adalah pungli yang bisa mengarah ke tindakan korupsi,”jelasnya.
Kesepakatan yang dibuat oleh sekolah, komite sekolah dan orang tua siswa, Menurutnya Permendikbud Nomor 75 Tahun 2017 dan 2020 tentang Komite Sekolah jelas melarang pungutan seperti itu, apalagi terhadap siswa dan orang tua siswa.
“Kepala sekolah dan guru memiliki kekuatan yang bisa mempengaruhi orang tua dan komite sekolah, oleh karenanya perlu dipikirkan untuk pungutan semacam itu harus dihentikan, bila perlu dapat dibawah ke rana hukum untuk tindak pidana supaya mendapat efek jerah,” tegasnya.
Menurut Hasan Slamet, ada opsi yang dapat dilakukan untuk menghindari pungutan seperti ini, pertama adanya pruduk hukum dari Gubernur atau Bupati/Walikota sebagai pembina Pendidikan terkait dengan pungutan seperti ini supaya ada semacam peraturan yang dikeluarkan, biar ada payung hukum yang dapat mengatur pungutan yang dilakukan sehingga tidak terkesan liar. Kedua, agar tidak terjadi kekurangan dana Bos dan Bosda, maka perlu ditingkatkan lagi dana-dana tersebut, lewat perencanaan anggaran pendidikan yang tepat agar ketika dana itu diberikan tidak terjadi praktek pungutan yang dilakukan oleh sekolah, ketiga, bisa dilakukan pungutan, tetapi bukan kepada siswa dan orang tua siswa, tetapi kepada lembaga, perusahaan atau organisasi serta masyarakat yang punya kepedulian terhadap dunia pendidikan. (JR/red)