
JAKARTA, kabarSBI.com – Hal Pedagang dan parkir liar di area Danau Sunter Selatan Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara tak dapat dipungkiri keberadaanya. Sektor itu tak terlepaskan seiring obyek wisata destinasi publik dan keluarga disana.
Sayangnya, pedagang potensial itu tidak dapat dilindungi/diayomi/dibina pemerintah Kota Jakarta Utara (Pemkot Jakut), status mereka liar. Padahal, bila difasilitasi, dikelola, ditata dan diberdayakan menguntungkan, setidaknya dua pihak.
Pertama pihak masyarakat atau para pedagang disana (tidak ada data pedagang yang jelas). Pantauan lapangan, sisi barat pedagang depan Gelanggang Olahraga (Gelora) Sunter hingga sisi timur depan Hotel Sunlike dan sekitarnya berderet sedikitnya 50 lapak pedagang.
Para pedagang yang notabenenya warga ber-KTP Jakarta bila dibina dan diakui sebagai UMKM, membuktikan pemerintah hadir melayani masyarakat di sektor UKM. Masyarakat pedagang senang, tenang berusaha untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
Keuntungan, pihak lain, adalah pemerintah Kota Jakarta Utara. Pemerintah kota selain gugur kewajibannya dapat melayani sektor UMKM, pemerintah juga diuntungkan retribusi daerah dari pedagang/kuliner. Lebih dari itu, memudahkan penataan, menciptakan keindahan, jauh dari kesan kumuh dan data yang jelas.
Diluar para pihak itu, adalah publik diuntungkan, masyarakat luas dan wisatawan domestik bila berwisata di danau Sunter selatan terasa keteduhan, keindahan dan kenyamanannya. Jauh dari kesan kumuh, semrawut, dan intimidasi oknum petugas parkir motor liar.


Ilustrasi keuntungan pemerintah kota akan pendapatan asli daerah disektor UMKM danau Sunter selatan bila dikelola baik sebenarnya mampu untuk menunjang desain danau yang berkarakter, berestitika sentuhan ala Jenewa Swiss seperti dahulu yang direkomendasikan era Menteri Susi Pujiastuti pada Sandiaga Uno, Wakil Gubernur DKI, kala itu.
Kembali, beriikut gambaran pundi pendapatan, 50 pedagang dengan retribusi Rp 2.000 sesuai peraturan berlaku, menjadi Rp 100.000/perhari, menjadi Rp 3.000.000/perbulan, menjadi Rp 36.000.000 pertahun.
Itu kalkulasi pendapatan murni daerah kota Utara Jakarta Rp 36.000.000/tahun, bayangkan hilang begitu saja. Pengamatan media ini, sejak 2019 atau 6 tahun lalu pemerintah kota tidak mampu menerapkan retribusi pada pedagang Potensial itu, artinya kerugian pemerintah kota, 6 tahun kali Rp 36.000.000 sama dengan Rp 216.000.000.
Itu retribusi resmi pedagang, bila status mereka tidak liar seperti situasi sekarang ini.
Retribusi mencengankan adalah sektor parkir. Penulis tidak mendapatkan informasi pasti data parkir di danau Sunter selatan karena status parkir umumnya motor disana, berstatus liar. Parkir ini tidak kalah potensinya dengan pedagang, sayangnya pemerintah kota lalai mengelola dua sektor itu.
Ilustrasi logis potensial parkir danau Sunter selatan, pantauan ini, perhari (pagi sampai malam hari) diperkirakan 500 pengunjung motor danau Sunter selatan. 500 kali 2.000 sesuai retribusi daerah berlaku menjadi Rp 1.000.000/perhari.
Lebih luas hitungan, Rp 1juta/perhari kali 1 bulan jadi 30 juta, kali 12 menjadi Rp 360 juta/pertahun. Mengingat pengamatan ini sejak 2019 pemerintah kota lalai menarik retribusi, dapat diakumulasi Rp 360 juta kali 6 tahun, jadi Rp 2, 16 miliar.
Pendapatan parkir asli daerah Rp 2,16 miliar ditambah pendapatan sektor UMKM Rp 216 juta sama dengan Rp 2, 32 miliar, ilustrasi itu belum dihitung peredaran uang dari belanja pengunjung dilapak kuliner, pastinya lebih besar lagi.
Uang sebesar Rp 2, 32 miliar itu, hilang begitu saja dalam kurun waktu 6 tahun, ditelan kedalaman air bersih danau Sunter selatan. Akibat pemerintah kota Jakarta Utara yang lalai mengelola administrasi dan tidak sungguh-sungguh memproses sebuah status.
Alasan Lalai dan konflik
Catatan penulis faktor yang membuat pemerintah kota lalai pertama alasan covid. Padahal meski covid pelayanan masyarakat terus berjalan, baik secara zoom meting maupun Work from home (bekerja dari rumah). Hal pelayanan administrasi atau usulan pedagang liar menjadi pedagang binaan UMKM Kota Jakarta Utara sebenarnya mudah tidak perlu sampai 6 tahun tidak selesai.
Narasi pemerintah kota tidak serius terbaca dari rentan waktu itu. Pemerintah terkesan egois dengan memanfaatkan danau Sunter selatan sebagai obyek rapat penataan kota dan spot ivent/acara. Tetapi nasib pedagang tidak diurusi, pemerintah kota Jakarta Utara membiarkan liar, berantakan tanpa menertibkannya.
Lalu, mengapa petugas Satpol PP dan Dishub piket/tugas setiap hari disana? Kalau status pedagang dan parkir adalah liar kenapa tidak ditertibkan, itu pertanyaan publik.Terkesan para petugas perda itu menjaga lapak pedagang liar dan lapak parkir liar yang seharusnya tidak perlu dijaga, tak etis dan memalukan.
Sumber menyebutkan, timbulnya konflik antar komunitas pedagang dan kepentingan oknum pejabat yang menitipkan peserta dagang baik langsung maupun melalui kaki tangan oknum,.membuat situasi tidak kondusif.
Hal itu menunjukan pula peran dua muka pemerintah. Peran lainya adalah mendiamkan konflik pedagang khususnya, tak nampak itikad kuat mengurai kebenaran melalui musyawarah dan keputusan.
Sekian lama pemerintah kota Jakarta Utara seperti pejabat yang tidak mempunyai wewenang. Padahal melekat padanya berbagai fasilitas dinas, aparat, dan anggaran. Pejabat digaji dan mendapatkan tunjangan cukup besar seharusnya mampu melayani kepentingan masyarakat.
Terlebih masyarakat potensi UMKM secara nasional telah ditetapkan menjadi salah satu program prioritas nasional di Pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto. Jadi, tidak ada alasan pemerintah kota Jakarta Utara tidak bisa mengurus sebuah status.
Fokus, konsisten, integritas, dan profesionalisme pemerintah kota Jakarta Utara diuji di Danau Sunter Selatan, sana.
Pemerintah Kota Jakarta Utara yang sekarang dipimpin Dr. Ali Maulana Hakim, S.IP., M.Si
dan pejabat kota pembantunya, serta Camat Tanjung Ade Himawan, Lurah Sunter Jaya Eka Persilian Yeluma. Pejabat terkait, Kasudin UMKM, Kasatpol PP, Kasudin SDA, Kasudin Perhubungan dan Kepala UP Parkir Dishub Kota Jakarta Utara, dan lainya.
Apakah mampu dimasa aktif para pejabat publik berpendidikan tinggi itu melahirkan citra positif dimata masyarakat potensial kecil itu?
Entahlah..biar nanti waktu akan menjawab.
Penulis: Saimin Wartawan Kota Jakarta Utara