JAWA BARAT, kabarSBI.com – TPPO adalah Tindak Pidana Perdagangan Orang, ini merupakan kasus yang tak jarang terjadi di Indonesia. Pemberantasan Kasus TPPO di Indonesia telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007.
Kuningan Jawabarat – kabarsbi.com.Senin 23 September 2024.Menurut Pasal 1 UU Nomor 21 tahun 2007, TPPO atau Tindak Pidana Perdagangan Orang adalah setiap tindakan atau serangkaian tindakan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. Yang dimaksud dalam hal ini berkaitan dengan kasus perdagangan orang.
Perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang Kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
Untuk mendukung upaya pencegahan dan pemberantasan TPPO, Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) telah melahirkan Konvensi mengenai kejahatan terorganisasi, yang kemudian dikenal sebagai United Nations Convention against Transnational Organized Crime (UNTOC). Di tingkat Regional, perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) juga mempunyai Convention against Trafficking in Persons, Especiallly Women and Children (ACTIP).
Di tingkat Nasional, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), menegaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam rangka memberantas TPPO. Salah satunya dengan membentuk Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO, yang melibatkan pemerintahan Pusat dan Daerah.
Hal tersebut sebagaimana di atur dalam Peraturan Presiden (PerPres) Nomor 22 tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 69 tahun 2008 tentang gugus tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
*Sanksi Tindak Pidana Perdagangan Orang*
Pasal perdagangan orang di atur dalam Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang. Dalam UU nomor 21 tahun 2007 diterangkan sejumlah ancaman pidana bagi pelaku perdagangan orang. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
1. Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta (pasal 2 ayat 1 UU 21/2007);
2. Setiap orang yang membawa warga Negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieskploitasi di luar wilayah negara Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta (pasal 3 UU 21/2007).
3. Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau memberikan sesuatu dengan maksud untuk di eksploitasi dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta (pasal 5 UU 21/2007)
*Sanksi bagi orang yang memasukan keterangan palsu pada dokumen.*
Berdasarkan pasal 19 Undang-Undang Nomor 21 tahun 2007 menyatakan bahwa “setiap orang yang memberikan atau memasukan keterangan palsu pada dokumen negara atau dokumen lain atau memalsukan dokumen negara atau dokumen lain, untuk mempermudah terjadinya tindak pidana perdagangan orang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp40 juta dan paling banyak Rp280 juta.
Berdasarkan Pasal 263 KUHP jo Pasal 391 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 menyatakan bahwa “barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan, atau pembebasan utang, atau yang diperuntukan sebagai bukti dari suatu hal, dengan maksud untuk menggunakan atau meminta orang lain menggunakan seolah-olah isinya benar dan tidak palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun atau pidana denda paling banyak kategori VI, yaitu Rp2 Miliar”
Adapun perihal modus penyebaran lowongan kerja palsu yang menawarkan gaji besar dan fasilitas menarik akan tetapi sering diminta untuk menyetor sejumlah uang dan membeli tiket perjalanan sendiri menuju tujuan, hal tersebut patut di duga adanya tindak pidana penipuan yang di atur dalam pasal 378 KUHP jo Pasal 492 Undang-Undang Nomor 1 tahun 2023 yang berbunyi:
“setiap orang yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan memakai nama palsu atau kedudukan palsu, menggunakan tipu muslihat atau rangkaian kata bohong, menggerakan orang supaya menyerahkan suatu barang, memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapus piutang, dipidana karena penipuan, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Rp500juta”.
Sementara itu, syarat menjadi pekerja di luar negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 4 tahun 2013 Tentang Tata Cara penilaian dan penetapan mitra usaha dan pengguna perseorangan adalah : berusia min.18 tahun, memiliki kompetensi, sehat jasmani dan rohani, terdaftar dan memiliki nomor kepesertaan jaminan sosial dan memiliki dokumen lengkap yang dipersyaratkan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Per.14/Men/X/2010 terkait komponen biaya yang di bebankan kepada calon pekerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 1, yaitu hanya membebankan biaya pengurusan dokumen jati diri, pemeriksaan kesehatan dan psikologi.
Terkait pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja, visa kerja, akomodasi dan konsumsi selama masa penampungan, tiket pemberangkatan dan retribusi jasa pelayanan bandara (airport tax), transportasi lokal sesuai jarak asal pekerja ke tempat pelatihan/penampungan, jasa perusahaan dan premi asurasi, hal tersebut sudah menjadi tanggungan Pelaksana Penempatan Pekerja dan di dalam pasal 45 ayat (2) Pelaksana penempatan pekerja di larang membebankan komponen biaya tersebut kepada calon pekerja.
Jack//red