Kuningan, kabarSBI – Jerat hukum bagi pelaku penimbun BBM yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Hal tersebut menurut Pasal 40 angka 8 UU No. 6 Tahun 2023 yang mengubah Pasal 53 UU No. 22 Tahun 2001.
Minggu 24 November 2024. Dadan Sudrajat Kabiro SBI kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat ingatkan pihak pengusaha perorangan ataupun perusahaan berbadan hukum yang sedang mencari peruntungan /laba pada kegiatan usahanya di bidang bisnis pertambangan bebatuan dan material galian c di kabupaten Kuningan Provinsi Jawa Barat.
“Bahwa dalam menjalankan bisnis tambang bebatuan dan material pasir galian c wajib mematuhi dan tunduk kepada Undang – Undang Nomor: 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor: 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, izin usaha pertambangan batuan dijalankan melalui Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB),
SIPB merupakan izin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan usaha pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu. Syarat izin galian C yang kini dikenal dengan izin penambangan batuan meliputi syarat administratif, teknis, lingkungan, dan financial. Hal ini termuat di dalam Pasal 131 Peraturan Pemerintah Nomor: 96 Tahun 2021,” terangnya.
Menurut Dadan Sudrajat, pada setiap industri pertambangan harus lebih dulu mempersiapkan pengadaan tangki BBM nonsubsidi di lokasi tambang, sehingga pertamina bisa langsung memasok BBM nonsubsidi ke wilayah pertambangan.
“Lalu jika BBM akan disimpan hanya untuk ditujukan untuk keperluan pertambangan, diperlukan izin Usaha Penyimpanan Bahan Bakar Minyak, didalam pasal 1 angka 13 UU Nomor: 12 Tahun 2001 menyatakan,” Penyimpanan adalah kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi dan/atau gas bumi,” jelasnya.
Ketentuan ini kemudian dirinci dan dijelaskan lebih lanjut dalam Pasal 12 huruf C PP Nomor: 36 Tahun 2004 yang menyatakan:
“kegiatan usaha penyimpanan yang meliputi kegiatan penerimaan, pengumpulan, penampungan, dan pengeluaran minyak bumi, Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau hasil olahan pada lokasi di atas dan/atau di bawah permukaan tanah dan/atau permukaan air untuk tujuan komersial.
“Jika merujuk kepada pengertian izin usaha dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, dapat dilihat bahwa izin usaha digunakan untuk kegiatan yang bertujuan memperoleh keuntungan/ laba. Jika kegiatan penyimpanan BBM yang dilakukan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan, maka tidak perlu izin usaha,” ungkapnya.
Dadan Sudrajat menjelaskan adapun syarat-syarat yang dapat dipenuhi untuk memperoleh izin penyimpanan bahan bakar minyak adalah:
1. Surat Permohonan yang dilengkapi : Nama Perusahaan, Alamat Perusahaan, Alamat Pengusaha, Lokasi Penyimpanan , Volume Tangki BBM.
2. Rekomendasi dari Pertamina.
3. Salinan Persetujuan Prinsip.
4. Salinan IMB.
5. Salinan SIUP.
6. NPWP.
7. KTP Pemohon.
8. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) yang disahkan oleh Dinas Lingkungan Hidup.
9. Dokumen UPL dan UKL untuk industri skala kecil.
10. Gambar situasi Tempat Penyimpanan/ gudang yang disahkan Dinas PU, dan SKPD yang membidangi perdagangan.
Maka, berdasarkan keterangan tersebut, Pertambangan batuan golongan C seperti batu kerikil dan pasir harus menggunakan BBM Non-Subsidi untuk pengoperasian alat mesin dan sudah tidak boleh menggunakan BBM bersubsidi sampai dengan ditentukan lebih lanjut oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan pasal 6 Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2012 yang menyatakan sebagai berikut :
1. Terhadap konsumen pengguna jenis BBM tertentu berupa Minyak Solar (Gas Oil) untuk mobil barang yang digunakan untuk kegiatan perkebunan dan pertambangan, terhitung sejak tanggal 1 September 2012 dilarang menggunakan jenis BBM Tertentu berupa Minyak Solar (Gas Oil).
2. Pelaksanaan kegiatan perkebunan dan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyediakan tempat penyimpanan bahan bakar minyak dengan kapasitas sesuai kebutuhan,”tegasnya
Menambahkan Dadan,di dalam lampiran Perpres Nomor 191 Tahun 2014 menyatakan bahwa kendaraan pengangkut hasil perkebunan atau pertambangan di larang menggunakan BBM subsidi jenis Solar
“Adapun sanksi untuk Lembaga penyalur yang menjual BBM subsidi ke pihak-pihak yang tidak berhak juga ditegaskan dalam Peraturan BPH Nomor.07/P/BPHMIGAS/IX/2005 tentang pengaturan dan pengawasan penyediaan dan pendistribusian BBM. Dalam pasal 17 ayat (1), BPH Migas menetapkan dan memberikan sanksi kepada pihak yang melakukan pelanggaran mulai dari teguran tertulis, denda, sampai dengan usulan pencabutan izin usaha,
Jika industri pertambangan yang melakukan kegiatan penyimpanan BBM untuk tujuan komersial tanpa memiliki izin usaha penyimpanan, maka industry pertambangan tersebut dapat terkena pidana penimbunan BBM.
Berdasarkan ketentuan penimbunan BBM yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang penyediaan, pendistribusian, dan harga jual eceran Bahan Bakar Minyak, di dalam pasal 18 ayat (2) dijelaskan bahwa badan usahan atau masyarakat dilarang melakukan penimbunan atau penyimpanan serta penggunaan jenis BBM. Badan usaha atau masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut akan dikenakan sanksi.
Jerat hukum bagi pelaku penimbun BBM yang mengakibatkan timbulnya korban/kerusakan terhadap kesehatan, keselamatan, dan/atau lingkungan, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah), menurut Pasal 40 angka 8 UU No. 6 Tahun 2023 yang mengubah Pasal 53 UU No. 22 Tahun 2001.
“Berdasarkan pasal 53 huruf c UU Nomor: 22 Tahun 2001 Tentang Migas menyatakan bahwa, setiap orang yang melakukan penyimpanan tanpa izin usaha penyimpanan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling tinggi Rp.30 miliar,” pungkasnya.