Jakarta, kabarSBI – Sejumlah aktivis dari Lembaga Pemberantasan Korupsi (LPK) yang dipimpin oleh Andi Samudra Alamsyah, bersama masyarakat, menggelar aksi unjuk rasa di depan Mabes Polri pada 18 Februari 2025. Aksi ini merupakan bentuk protes terhadap maraknya penambangan pasir ilegal di Sungai Kandilo, Kabupaten Paser, Kalimantan Timur, yang hingga kini belum mendapat tindakan tegas dari aparat kepolisian.
Menurut Andi, aktivitas tambang ilegal ini telah berlangsung selama puluhan tahun dan menyebabkan kerugian besar bagi negara. Meskipun berbagai laporan telah diajukan oleh masyarakat, hingga saat ini belum ada tindakan nyata dari kepolisian untuk menghentikan kegiatan tersebut. Bahkan, laporan-laporan yang masuk cenderung diabaikan tanpa tindak lanjut yang jelas.
Lebih lanjut, Andi menyoroti bahwa perusahaan yang berusaha memperoleh izin resmi justru menghadapi berbagai kendala birokrasi yang berbelit. Sementara itu, aktivitas tambang ilegal tidak memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, karena tidak adanya kontribusi dalam bentuk Corporate Social Responsibility (CSR). Ironisnya, meskipun ilegal, pajak tetap dipungut dari kontraktor yang menggunakan pasir hasil tambang tersebut.
Pelaku dan Perusahaan yang Terlibat
Berdasarkan temuan di lapangan, beberapa individu dan perusahaan diduga terlibat dalam aktivitas tambang ilegal ini, antara lain:
Individu: Zainuddin alias Udin Pasir, Anto, dan Mani.
Perusahaan: PT. Seven Ant Corp, CV. Tujuh Putra, dan UD. Putra Sabarang.
Upaya untuk mengajak para pelaku mengikuti prosedur perizinan resmi telah dilakukan, tetapi mereka tetap memilih beroperasi secara ilegal. Sementara itu, tindakan kepolisian yang hanya memasang papan peringatan di lokasi tambang ilegal dianggap tidak efektif dan sekadar simbolis.
Tuntutan dalam Aksi Unjuk Rasa
Dalam aksi ini, masyarakat dan aktivis menyampaikan beberapa tuntutan kepada pihak kepolisian, di antaranya:
1. Segera menindak tegas aktivitas tambang pasir ilegal yang menggunakan alat berat seperti ekskavator, kapal sedot, kapal tongkang, dan truk.
2. Menangkap para pelaku tambang ilegal serta menyita seluruh peralatan yang digunakan.
3. Mengusut tuntas keterlibatan pihak-pihak yang mendukung aktivitas ilegal ini, termasuk perusahaan dan oknum aparat, seperti pejabat Pemkab Paser, Asisten II Tata Ruang, serta anggota DPRD Paser.
4. Memecat penyidik yang lalai dalam menangani kasus ini, karena dinilai mencoreng nama baik institusi kepolisian dan merusak kepercayaan publik.
Masyarakat berharap kepolisian segera mengambil langkah konkret dalam menegakkan hukum, bukan sekadar tindakan simbolis. Jika pembiaran terus berlanjut, dampaknya akan semakin memperburuk kondisi lingkungan akibat tidak diterapkannya praktik pertambangan yang baik (Good Mining Practice), serta semakin menurunkan kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Press release ini disampaikan sebagai bentuk keprihatinan dan tuntutan masyarakat atas keadilan, perlindungan lingkungan, serta kerugian negara yang terjadi di Kabupaten Paser, Kalimantan Timur.
Reporter: Samsul/ Tim