Bertebaran Baliho Sekda Dian Diduga Alat Peraga Kampanye, Agung Sulistio : Hati-hati ASN Harus Netral

Bertebaran Baliho Sekda Dian Diduga Alat Peraga Kampanye, Agung Sulistio : Hati-hati ASN Harus Netral 1KUNINGAN, kabarSBI.com – Ketentuan seorang ASN yang mencalonkan diri sebagai Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Walikota, Wakil Bupati/Wakil Walikota telah diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023, Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah.

Pejabat pimpinan tinggi madya dan pejabat pimpinan tinggi pratama yang akan mencalonkan diri menjadi gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota, dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis dari PNS sejak ditetapkan sebagai calon,berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 20 tahun 2023.
Keterangan tersebut di benarkan Agung

Dijumpai Agung  selaku Pimred salah satu perusahaan pers media online, Sabtu 15/6/2024 di Kuningan menyampaikan,

Bertebaran Baliho Sekda Dian Diduga Alat Peraga Kampanye, Agung Sulistio : Hati-hati ASN Harus Netral 2“Begitu pula di jelaskan dalam pasal 59 ayat (3) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 menyatakan bahwa, Pegawai ASN yang mencalonkan diri atau dicalonkan menjadi Presiden dan Wakil Presiden, anggota Dewan Perwakilan Ralgrat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, gubernur dan wakil gubernur, bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota wajib menyatakan pengunduran diri secara tertulis sebagai Pegawai ASN sejak ditetapkan sebagai calon,

Bertebaran Baliho Sekda Dian Diduga Alat Peraga Kampanye, Agung Sulistio : Hati-hati ASN Harus Netral 3Begitu juga dijelaskan dalam Pasal 254 Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2020 tentang perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen PNS yang sebagaimana telah diubah dalam dinyatakan sebagai berikut :

1. PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Ralgrat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.

2. Pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.

3.PNS yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan dengan hormat sebagai PNS.

4.PNS yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberhentikan tidak dengan hormat sebagai PNS,”terangnya

terkait,aturan kampanye bagi aparatur negeri sipil ( ASN), jika, yang masih terikat jabatan tapi sudah melakukan kampanye.

sambung Agung,berdasarkan pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilihan umum, kampanye adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.

Artinya setiap kegiatan yang berkaitan untuk menarik pemilih atau menawarkan profil peserta pemilu kepada pemilih dapat dikatakan sebagai kampanye dengan catatan tidak melanggar ketentuan perundang-undangan.

dan,tentang seorang pejabat negara boleh atau tidak melakukan kegiatan kampanye, hal tersebut perlu di ketahui terlebih dahulu bahwa di dalam pasal 280 ayat (2) dan ayat (3) UU Pemilu diatur mengenai siapa saja yang tidak boleh mengikuti kampanye atau menjadi pelaksana serta tim pemilu. Salah satu nya menyatakan bahwa seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh mengikuti kampanye.

Berdasarkan pasal 2 huru (f) UU ASN menyatakan bahwa setiap pegawai ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan lain di luar kepentingan bangsa dan negara.

Berdasarkan pasal 281 ayat (1) UU Pemilu mengatur bahwa kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, Menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota harus memenuhi ketentuan :

1. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatanya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

2. Menjalani cuti di luar tanggungan negara
Jika ASN berkampanye di luar Masa Cuti.
Dalam pasal 282 UU Pemilu ditegaskan bahwa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan dalam masa kampanye.
Dan apabila melanggar ketentuan pasal 282 UU pemilu, maka berdasarkan pasal 547 UU Pemilu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak Rp36Juta. Serta dapat berdampak penyalahgunaan wewenang jabatan,”ujarnya

Agung menambahkan,Berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menpam, Mendagri, KASN, dan Bawaslu Nomor 2 tahun 2022 dalam lampirannya menjelaskan matriks secara detil bentuk pelanggaran dan jenis sanksi atas pelanggaran netralis pegawai ASN, diantaranya:

1. Pelanggaran Kode Etik
Diberikan sanksi berupa sanksi moral pernyataan secara tertutup/pernyataan secara terbuka berdasarkan PP 42 tahun 2004 apabila:
a. Memasang spanduk/baligo/alat peraga lain;
b. Kampanye di media social / online;
c. Melakukan kampanye.
2. Pelanggaran disiplin
Berdasarkan UU nomor 20 tahun 2023 jo PP nomor 94 tahun 2021 akan dikenakan sanksi disiplin:
1) Disiplin berat, apabila:
a. Memasang spanduk/baligo/alat peraga lain;
b. Sosialisasi/kampanye di media social;
c. Memposting di media social yang dapat diakses public;
d. Membuat keputusan/tindakan yang menguntungkan/merugikan pasangan calon pada sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye;

2) Disiplin sedang, apabila menjadi ahli/tim sukses.
Dari sudut pandang hukum tentang pemilu, UU pemilu nomor 7 tahun 2017 jo UU Nomor 7 tahun 2023 telah mengatur netralis ASN dan sanksi pidananya dalam beberapa pasal antara lain:

Pasal 182 huruf k, dan Pasal 240 ayat (2) huruf h menyebutkan “Bakal Calon anggota DPR, DPD, DPRD harus mengundurkan diri sebagai ASN, yang dinyatakan dengan surat pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali.

Pasal 280 ayat (2) huruf f menyebutkan “Pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan Kampanye Pemilu dilarang mengikutsertakan ASN”. Lebih lanjut Pasal 493 mengatur sanksi pidana bagi pelanggaran pasal ini yaitu Setiap pelaksana dan/atau tim Kampanye Pemilu yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda palingan banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemiliihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.
– Pasal 70 ayat 1 huruf b

Pasangan calon dilarang melibatkan Aparatur Sipil Negara, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Anggota Tentara Nasional Indonesia.
Pasal 70 ayat 1 huruf c
Pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/lurah dan perangkat desa atau sebutan lain/perangkat kelurahan.

Pasal 71 ayat 1
Pejabat Negara, Pejabat Daerah, Pejabat Aparatur Sipil Negara, Anggota Tni/Polri, Dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.

Pasal 71 ayat 2
Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian Pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari menteri.

Pasal 71 ayat 3
Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota dilarang menggunakan kewenangan program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Pasal 71 ayat 4
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 71 ayat (1) sampai dengan ayat (3) berlaku juga untuk penjabat Gubernur atau Penjabat Bupati/Walikota.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil.

Pasal 11 huruf c menyatakan bahwa dalam hal etika terhadap diri sendiri PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok ataupun golongan. Maka PNS dilarang melakukan perbuatan yang mengarah pada keberpihakan salah satu calon atau perbuatan yang mengindikasikan terlibat dalam politik praktis/berafiliasi dengan partai politik, semisal,

PNS dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.

PNS dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.
PNS dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah.”pungkasnya
(as/red)