
Foto: Batas tanah warga dengan pengusaha galian C, Desa Luragunglandeuh, Luragung, Kuningan, Jawa Barat. (dok)
OPINI, kabarSBI.com – Belakangan ini warga Kuningan khusunya warga Desa Luragunglandeuh, Kecamatan Luragung, Kabupaten Kuningan, Jawa barat sedang menghadapi polemik yang berkepanjangan.
Pasalnya, sebagian besar warga Luragunglandeuh menolak dengan tegas berlangsungnya operasi penggalian tanah (pasir) yang diyakini dapat berdampak pada lingkungan. Sedangkan pihak pengusaha galian golongan c yang dimiliki atas nama perorangan Yayat Sudayat telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi yang di terbitkan oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Jawa Barat dengan Nomor 540/21/10.1.60.0/DPMPTSP/2017 pada tanggal 9 November 2017.
Dari pendalaman informasi yang didapat hingga saat ini telah terjadi pro dan kontra antara warga pendukung galian c milik Yayat Sudayat dengan warga terdampak sekitar galian yang menolaknya. Meski begitu situasi keamanan desa luragunglandeuh masih tergolong kondusif berkat kesigapan petugas kepolisian setempat.
Berdasarkan data dan informasi yang didapat tim kabarSBI.com sebanyak 922 warga terdampak menolak galian C sedangkan 234 warga tidak menolak alias mendukung berjalannya operasi galian c, terlebih galian c telah dilengkapi dengan kluarnya IUP. Namun IUP operasi produksi yang di keluarkan DPMPTSP Provinsi Jawa Barat di curigai tidak melalui tahapan proses penelitian yang baik dan benar termasuk dalam penyusunan kajian dan analisa dampak lingkungan atau AMDAL, UKL/UPL dari pemerintah Kabupaten maupun dinas lingkungan hidup di provinsi Jawa Barat.
Pro dan kontra bukan saja terjadi antar warga pendukung galian c dengan warga terdampak yang penolak galian. Kontra juga dialami warga terdampak (warga penolak) versus pelaku usaha galian c. Warga terdampak terus berupaya dengan menguatkan argumentasi untuk membatalkan izin usaha perorangan operasi produksi Yayat Sudayat yang diyakini akan berdampak pada lingkungan.
Selain itu tim juga mendapati adanya informasi transaksi jual beli atau sewa tanah/kebun antara warga pemilik tanah dengan pengusaha pihak Yayat Sudayat masih menimbulkan masalah jual beli/sewa lahan yang belum tuntas.
Pihak pengusaha Yayat Sudayat mengklaim dapat beroperasi galian c di tanah seluas 35 hektrar seperti dalam dokumen perizinannya. Disebut-sebut warga area galian tidak jauh dari blok makam yang diyakini warga sebagai cagar budaya lokal. Pengusaha dalam pengadaan tanah diduga masih menyimpan masalah pada kepemilikan tanah, lalu bagaimana pengusaha dapat peroleh persetujuan warga bila syarat antaranya kelengkapan atas kepemilikan tanah dipertanyakan? tentu saja ini perlu dibuktikan.
Informasi yang dihimpun pemilik tanah menyebutkan bahwa pihak pengusaha Yayat Sudayat masih mempunyai sangkutan. Pemilik tanah baru menerima uang permulaan sekitar tahun 2016 ada pula yang baru di terima pada sekitar bulan Oktober 2019. Terhadap beberapa warga pemilik tanah yang baru menerima uang permulaan tahun 2016 mengaku cemas karena sejak itu belum ada lagi penerimaan uang yang disepakati secara lisan, hingga kini.
Ironisnya, dokumen seperti SPPT PBB dan dokumen lainnya telah diminta pihak pembeli dan diduga dalam penguasaan pembeli yaitu pihak pengusaha Yayat Sudayat. Yayat sendiri tercatat sebagai warga yang beralamat di Dusun Marcia, Desa Cikeusik, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Kuningan.
Bukan hanya itu pengusaha galian c, dalam proses perizinannya sebagai pelaku usaha diduga telah mengabaikan norma-norma dalam aturan birokrasi yang berlaku. Yayat Sudayat selaku pengusaha bersama pemerintah desa setempat dinilai tidak melakukan sosialisasi yang baik dan benar dalam kebutuhan atas tanah.

Foto: Tim SBI berada di tanah dan atas persetujuan warga saat melakukan aktivitas jurnalistik, tim memberikan penjelasan pada para pekerja “arogan” galian c. (dok)
Pihak Yayat Sudayat diduga bekerjasama dengan oknum kepala desa luragunglandeuh pada sekitar tahun 2015-2016 dimungkinkan juga ada terlibat oknum pejabat lain untuk memudahkan proses perizinan. Akibatnya tahapan sosialisasi dalam rangka memberikan informasi maksud dan tujuan pengusaha tiada didapat warga pemilik tanah maupun warga terdampak secara transparan.
Dalam kebutuhan atas tanah pihak investor lokal Yayat Sudayat cendrung melakukan transaksi pengadaan tanah melalui perantara seperti pengurus RT dengan cara door to door atau dari pintu ke pintu. Cara seperti itu tentu saja menguntungkan pihak investor ketimbang harus mengumpulkan semua warga pemilik tanah yang dibutuhkan. Namun dalam etika berbisnis dapat merugikan pihak pemerintah setempat.
Lalu bagaimana pengusaha dalam memperoleh keterangan domisili usaha dari kantor desa luragunglandeuh? dan dokumen-dokumen apa saja yang dilampirkan sebagai sarat diterbitkannya keterangan domisili usaha, ini masih didalami. Tim telah berupaya mengklarifikasi pada Kantor Kepala Desa Luragunglandeuh namun belum ada jawaban.
Hal ini menjadi penting diketahui sebab domisili usaha sebagai sarat mendasar pengusaha terlebih bergerak dalam bidang pertambangan, tentunya untuk memperoleh domisili usaha sebagai pengantar terbitnya izin usaha pertambangan (IUP) operasi produksi, tentu tidak mudah. Bila domisili tersebut diperoleh investor sesuai prosedur yang berlaku di pemerintahan desa otomatis proses-proses selanjutnya di pemerintahan tingkat kecamatan, kabupaten dan provinsi Jawa barat dan atau unit teknis yang terkait dapat merekomendasikan untuk selanjutnya lebih mudah diterbitkan.

Foto: Kantor Kepala Desa Luragunglandeuh belum memberikan keterangan resminya terkait domisili usaha galian c. (dok)
Namun sebaliknya bila keterangan domisili usaha yang diperoleh diduga dengan cara maladministrasi sudah barang tentu IUP operasi produksi a/n Yayat Sudayat patut dipertanyakan? Bila terbukti melanggar izin operasi terkait, tentu dapat diberhentikan atau di cabut perizinannya, ini sesuai dengan diktum ke tujuh keputusan Kepala Dinas PMPTSP Provinsi Jawa Barat Nomor 540/21/10.1.60.0/DPMPTSP/2017 yang diterbitkan pada tanggal 9 November 2017.
Meski begitu khususnya warga yang kontra terhadap operasi galian dapat menahan diri untuk tidak turun lagi kejalan. Warga terdampak (kontra) meski mengantongi catatan-catatan diharapkan dapat menahan diri dan memilih jalur aturan yang berlaku, cara itu dinilai selain lebih efesien dan terukur juga dapat meminimalisir timbulnya gesekan warga.
Hingga artikel ini diturunkan tim kabarSBI.com sudah berusaha mencoba melakukan klarifikasi maupun permintaan agenda wawancara pada pihak pengusaha galian c, namun belum berhasil. Padahal tim telah mendatangi kantor pengusaha yang beraktivitas pada jenis galian pasir pasang, meski harus mengalami kejadian yang tidak menyenangkan. (red)