Opini: Siapa Sebenarnya yang Mencemarkan Nama Baik Lembaga?

Opini2359 Dilihat

Opini: Siapa Sebenarnya yang Mencemarkan Nama Baik Lembaga? 1

Oleh: Agung Sulistio*

Putusan MK No. 105/PUU-XXII/2024 menegaskan: lembaga tak bisa lagi mempidanakan pencemaran nama baik. Titik. Kalaupun merasa dicemarkan, silakan tempuh jalur perdata.

 

Putusan ini adalah kemenangan akal sehat dan kebebasan berpendapat—sekaligus tamparan bagi mereka yang hobi memelintir kritik sebagai ancaman terhadap institusi.

 

Sudahi mitos kuno bahwa kritik pada satu pejabat berarti serangan ke seluruh lembaga. Itu logika feodal yang tak layak hidup di republik ini.

 

Tapi mari balik pertanyaannya: bagaimana kalau justru pejabat itu sendiri yang mencoreng institusi?

 

Contoh konkret: Gibran Rakabuming Raka, kini Wapres, disebut dalam putusan etik MK sebagai penyebab pelanggaran berat Hakim Anwar Usman, pamannya sendiri. Putusan itu masih sah. Apakah kehadiran Gibran kini tak justru menodai marwah lembaga kepresidenan?

 

Contoh lain: bos BUMN top yang diduga korupsi dana pensiun dan terseret kasus kekerasan seksual. Lembaganya hancur nama dan martabatnya. Tapi hukum kita hanya menghitung kerugian uang—bukan kehancuran reputasi.

 

Lantas, apa hukuman yang pantas? Bukan cuma penjara atau ganti rugi, tapi hukuman yang membuat jera: memiskinkan dan mempermalukan dalam koridor hukum.

 

Presiden Prabowo sudah bicara soal evaluasi besar-besaran terhadap BUMN: soal akhlak, kinerja, integritas. Bagus. Tapi apakah itu sungguh niat, atau sekadar retorika?

 

Sebab pemimpin yang cuma pandai bicara tanpa bertindak, sejatinya juga sedang mencemarkan nama baik lembaga yang ia pimpin.

 

*)- Pimpinan Redaksi kabarSBI, dikutip dari tulisan Agus E Kurniawan di Kompas