
Penulis Saimin Redaktur Pelaksana
OPINI, kabarSBI.com – Sejak pekerja Penanganan Prasarana dan Sarana Umum atau PPSU lahir atas kebijakan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama tahun 2015/2016 membawa kabar gembira bagi masyarakat Jakarta. Kebijakan itu mampu menyerap tenaga kerja asal warga Jakarta, dengan besaran Upah Minimum Provensi atau UMP saat itu kisaran gaji Rp 3 juta-an kini tahun 2023 kisaran Rp 4,9 juta. .
PPSU yang merupakan bagian dari Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) sesuai peraturan terbaru dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) DKI JAkarta Nomor 1095 Tahun 2022 tentang Pedoman Pengendalian Penggunaan Penyedia Jasa Lainnya yang di keluarkan Pj Gubernur Heru Budi Hartono.
Di Jakarta sendiri total pekerja kontrak PJLP (sebelumnya disebut Pekerja Harian Lepas/PHL, red) termasuk PPSU sekitar 82 ribu orang. Jumlah tersebut tersebar di kantor – kantor teknis kedinasan DKI dan di 267 kantor kelurahan di Jakarta. Angka 82 ribu orang cukup lumayan tunggi untuk menyerap tenaga kerja di lingkungan Pemda DKI Jakarta.
Setidaknya sejak tahun 2017 minat masyarakat Jakarta untuk menjadi bagian tenaga kerja PPSU maupun kini PJLP sangat antusias. Bahkan kini bisa dibilang menjadi prioritas atau pilihan utama untuk mendapatkan pekerjaan di lingkungan Pemda DKI Jakarta.
Kesempatan yang diberikan DKI Jakarta setiap tahun kian membuka peluang masyarakat pencari kerja. Namun apa yang dibayangkan harapan masyarakat tidak semudah meraihnya.
Berdasarkan pengamatan penulis, pertama bila kebutuhan Pemda DKI Jakarta atas tenaga kerja kontrak PJLP/PPSU sekitaran 82 ribu bukan serta merta setiap tahun Jakarta menambah tenaga kerja sebanyak itu. Tetapi, melekat pada mereka yang telah bekerja baik di unit kedinasan seperti kebersihan, taman, sumber daya air, Binamarga, dishub, sosial dan PPSU di kelurahan hanya sebagai tenaga kerja kontrak untuk satu tahun (Januari – Desember).
Pada akhir masa kerja kontrak mereka dapat mengajukan diri lagi dengan membuat lamaran baru sesuai petunjuk atau prosedur yang di keluarkan DKI Jakarta, dan terus begitu setiap tahun berjalan.
Artinya bagi mereka yang telah bekerja sejak tahun 2015, 2017 sampai sekarang sangat berpeluang besar untuk terus melanjutkan kerja kontrak, faktanya memang begitu pekerja lama mendominasi peluang kerja. Kecuali kini dengan aturan Pergub baru bagi PJLP usia 56 tahun, otomatis diberhentikan. Selain itu mereka yang terkena peringatan dan dikeluarkan serta mereka yang meninggal dunia.
Artinya pemerintah DKI Jakarta sesungguhnya sedikit sekali membuka peluang kerja bagi masyarakat Jakarta di tahun berjalan, namun gaungnya sangat besar karena diumumkan di seluruh kantor dinas teknis dan diseluruh kantor kelurahan.
Bak gayung bersambut masyarakat pencari kerja dengan penuh harapan berbondong-bondong datang untuk melamar kerja di kantor-kantor tersebut, ada juga melalui online. Mereka berkorban waktu, tenaga, dan konsentrasi/pikiran untuk mengikuti syarat administrasi yang di keluarkan Pemda DKI Jakarta. Dan tidak sedikit yang mengeluarkan uang ratusan ribu rupiah untuk biaya seperti materai, SKCK, cek kesehatan dan tes bebas narkoba.
Kedua, peluang kerja, penulis berkesimpulan masyarakat Jakarta khusunya mereka pencari kerja di lingkungan Pemda DKI Jakarta, jangan berharap banyak. Jangan berlebih mengantungkan angan-angan meningkatkan status sosial mungkin juga kebanggaan bagi umumnya masyarakat kecil bisa kerja atau bagian dari petugas Pemda DKI Jakarta.
Sebab, sesungguhnya peluang itu kecil sekali. Peluang kerja besar itu hanya untuk kepada mereka yang telah bekerja. Meski kerja kontrak tapi terus berlanjut bahkan banyak diantara mereka yang telah bekerja sejak tahun 2015, sekarang 2023 artinya sudah 8 tahun. Posisi mereka yang telah bekerja pada tahun-tahun awal cukup aman meski setiap tahun buat lamaran baru, tes, interview, wawancara bisa jadi bagi mereka formalitas belaka.
Satu contoh berdasarkan sekilas pengamatan pada rekrutmen tenaga kerja PJLP di unit teknis sebut saja Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Utara dari 1.540 lowongan pekerjaan hanya dibutuhkan 14 orang tenaga kerja baru, selebihnya adalah “milik’ pekerja PJLP lama, diluar mereka/pekerja yang bermasalah, itupun kalau ada?
Jadi bagi tenaga kerja baru, kembali diingatkan, jangan terlalu berharap banyak. Sesungguhnya peluang mereka kecil dan sangat kecil sekali. Apalagi bagi tenaga kerja baru yang polos-polos saja, tidak ada koneksi atau bawaan atau titipan oknum pejabat atau oknum orang berpengaruh di masyarakat, jangan harap.
Ketiga, dugaan pungli (pungutan liar, red) atau suap uang, penyalah gunaan wewenang jabatan hingga asmara terselubung banyak mewarnai ruang lingkup rekrutmen PJLP/PPSU Pemda DKI Jakarta. Wajah DKI Jakarta tentunya akan menjadi buruk bila praktek ilegal itu tidak di berantas dengan tuntas dan lakukan evaluasi menyeluruh serta diperlukan keputusan/kebijakan yang dapat menyentuh masyarakat pencari kerja secara adil dan merata sesuai regulasi yang ada.
Penulis belum berminat mendalami prodak hukum yang berlaku dalam keterkaitan pekerja kontrak PJLP/PPSU, apalagi menyangkut kebijakan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat Jakarta, khususnya. Penulis menyakini banyak pemikir-pemikir baik di Jakarta yang dapat merumuskan satu kebijakan yang dapat diterima semua lapisan masyarakat.
Penulis menyoroti hal dugaan penyimpangan – penyimpangan pada masa rekrutmen tenaga kerja kontrak PJLP/PPSU yang berdampak pada kecemburuan sosial, dan kesenjangan sosial masyarakat Jakarta. Hal ini banyak sekali ditemui dilapangan, bahkan tidak sedikit yang mengungkapkan praktek pungli atau suap oknum pejabat nilainya hingga puluhan juta rupiah untuk menjadi seorang PJLP di Jakarta Utara, ngeri bukan?
Motifnya begini, untuk pungutan liar atau pungli biasanya dari mulut kemulut oknum pejabat berpengaruh melalui orang yang telah di percaya orang itu adalah orang yang telah bekerja sebagai PJLP untuk mencari atau menawarkan orang baru dengan syarat siapkan uang sesuai permintaan oknum.
“Mangsa baru” itu bisa datangnya dari teman PJLP, keluarga PJLP, bisa juga orang di luar daerah Jakarta. Orang-orang di luar KTP Jakarta biasanya banyak di unit-unit teknis kedinasan. Selain itu “mangsa baru” ada juga dari kalangan keluarga oknum pejabat itu sendiri.
Diluar keluarga oknum pejabat pola untuk memanfaatkan momen tenaga kerja dengan tujuan mendapatkan uang di luar gaji dan tunjangan ini setidaknya ada dua cara. Berdasarkan pengamatan lapangan, diduga caranya yaitu dengan cash, uang di muka atau dengan cara setor separo sebagai DP bisa juga setelah kerja tergantung kesepakatan antara calon pekerja baru dengan oknum pejabat, ada pula dilakukan oknum masyarakat yang berpengaruh.
Sedangkan motif atau pola dugaan penyimpangan jabatan banyak di dapati pada kantor-kantor kelurahan yang menyediakan tenaga kerja PPSU. Motifnya satu contoh orang yang telah memasuki usia 56 tahun yang seharusnya di berhentikan, dan fakta lapangan memang di berhentikan. Namun atas kebijakan oknum lurah, boleh digantikan oleh anak, istri dan atau kerabat lain PPSU usia 56 tahun, sepertinya oknum hendak menerapkan sistem warisan pekerja PPSU, entah memungut atau mendasar pada aturan apa? kebijan seperti itu. Dan diduga kebijakan seperti itu tidak tertutup pula terjadi di unit teknis kedinasan DKI Jakarta.
Tak Etis dan Moral Rendah
Hal paling menyentuh etikabilitas pejabat menunjukan moral yang tidak bisa dijadikan panutan/pengayom masyarakat. Pasalnya, sempitnya peluang kerja PPSU terlebih bagi kaum wanita, jadi celah otak kotor oknum pejabat untuk melampiaskan asmaranya.
Satu cerita yang didapat penulis, pada satu tempat di sebuah kelurahan di wilayah hukum kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara. Namun hal dugaan pungli bisa saja terjadi di Koja, Pademangan, dan lainnya, termasuk diunit teknis kedinasan.
kembali hal motif asmara, seseorang menceritakan dengan yakin dulu (pra rekrutmen PPSU) sebut saja Wulan (bukan nama asli) dia seorang janda mungkin ingin mempunyai penghasilan untuk kebutuhan hidupnya. Entah bagaimana dia kenal dengan oknum pejabat kelurahan. Dari perkenalan itu dia kerab mendatangi oknum namun datangnya diluar jam dinas kantor.
Oknum ini mempunyai sebuah tempat kerja yang bisa di bilang sepi dan aman dari telinga dan mata masyarakat apalagi mata wartawan. Entah apa yang dilakukan jika dua orang dewasa bila kerab bertemu dan berduan dalam tempat yang sepi.
Kini wanita itu, pada pembukaan rekrutmen tenaga kerja kontrak tahun 2023 dinyatakan lulus. Pastinya, janda itu lulus setelah melewati cek administrasi, interview, wawancara dan tes lapangan, yang semua itu diduga hanya tes-tes formalitas.
Pembaca, dan masyarakat Jakarta terkhusus warga Jakarta Utara pelaku pencari kerja silakan bermimpi untuk jadi bagian pelayan publik dalam kerangka Pemda DKI Jakarta, itu sesungguhnya adalah pekerjaan mulia.
Namun penulis sangat memahami suasana batin para pencari kerja yang sungguh-sungguh dan polos, murni mengadu nasib. Tetapi fakta dilapangan terasa batin mereka sangat kecewa karena gagal, dan gagal. Gagal bukan karena harapan dan doa mereka tidak dikabulkan tetapi karena terhalangi harapan mereka atas perbuatan sifat setan pada otak oknum rakus harta, tahta dan wanita.
Penulis berharap semoga ini menjadi bahan evaluasi Pemerintah Daerah DKI Jakarta bila tak ingin dilebeli citra pemerintah yang buruk. Maka terbukalah, tergeraklah ambil satu langkah kebijakan yang adil dan merata serta dapat diterima semua lapisan masyarakat. Inspektorat dapat menindak mereka para oknum pejabat yang mencoreng wajah pemerintah Jakarta, tanpa tebang pilih.
Jangan diam, lihat masyarakat kecil pencari kerja jangan diberi harapan segar saja, jangan permainkan mereka. Untuk apa menumpuk-numpuk lamaran kerja yang hanya masuk keranjang sampah saja. Sedangkan bagi warga pencari kerja ditengah pasca pandemi ini, pengeluaran biaya ibarat satu rupiah pun bagi mereka sangat berarti. (redaksi)