
– Kepala Sekolah “Sembunyi”
– TU Sekolah Persoalkan Surat Tugas
KUNINGAN, kabarSBI.com – Kunjungan tim kabarSBI.com dalam rangka tugas dinas dugaan pungutan liar (Pungli) di SMAN 1 Cibingbin, di wilayah pendidikan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat menimbulkan ketegangan.
Hal ini bermula adanya keluhan warga atas sejumlah anak mereka yang “terpaksa” membayar berdasarkan data Kartu Pembayaran Iuran Sekolah (SMAN 1 Cibingbin) sebesar Rp 180 ribu tertera sejak Bulan Juli 2018 hingga Januari 2019.
Selain itu pungutan, sekolah berdasarkan Kartu Pembayaran Sumbangan Tahun Pel.2017 – 2018 SMAN 1 Cibingbin dengan jumlah sumbangan Rp 1,6 juta (dibayar angsur), sumbangan ini terindikasi mengikat.
Tim yang mendatangi SMAN 1 Cibingbing berlokasi di Jalan Sukamaju No. 34A, Desa Sukamaju, Kecamatan Cibingbin, Kuningan meski sudah menunjukan etika baik mengalami kesulitan. Padahal tim telah menunjukan identitas diri, isi buku tamu untuk klarifikasi kepada Kepala Sekolah terkait pada tanggal 13 dan 15 Februari 2019 namun tak berhasil dan dianggap tak sopan.

Awalnya pada pertemuan pertama antara tim dan pihak sekolah yang di wakili oleh Kasubag TU Sri Irawati bersama humas sekolah Yati Kusmiati, dan Wakil Sekolah bidang sarana dan prasaran Odhi, pihak sekolah mempersoalkan surat tugas dan personil tim.
Setelah ditunjukan surat tugas dan lainnya, perwakilan pihak sekolah tidak berkenan keterangan disampaikannya sebagai representasi atau pernyataan resmi kepala Sekolah SMAN 1 Cibingbin. Tim memutuskan untuk meminta pertemuan dan diagendakan pihak sekolah.
“Kepala sekolah tidak ada sedang ada acara di kuningan, nanti kami sampikan pesannya. Kami sudah mendapat pembinaan dari tim caber pungli,” kata Odhi, mengaku Wakil Sekolah SMAN 1 Cibingbin, saat itu memberikan nomor cellularnya.
Selanjutnya, Kamis hingga Jumat pagi (15/2/2019) tim dapat berkomunikasi dengan Odih hingga Jumat pagi Odhi tidak bisa di hubungi. Tim mendatangi sekolah tersebut dan di minta surat tugas setelah ditunjukan petugas sekolah melakukan pencatan surat tugas.
Seorang bagian administasi sekolah mengatakan Kepala sekolah ada namun entah sedang kemana. Tim pada pertemuan kedua (Jumat pagi) bertemu kembali humas sekolah Yati Kusmiati bersamanya wakil kepala sekolah bidang kesiswaan Wawan Taswarman serta H. Tarwa, Otang Udaman dan Feri Firdaus. Kembali dalam pertemuan di ruang TU itu pihak terkait tidak berkenan menyatakan diri sebagai representasi Kepala Sekolah atau orang yang dimandatkan kepala sekolah untuk klarifikasi.
Hingga berita ini di turunkan pihak sekolah SMAN 1 Cibingbin tidak memberikan klarifikasinya secara formal. Padahal iuran dan sumbangan sekolah yang katanya sudah sesuai prosedur dan hasil musyawarah bersama warga sekolah itu justru minimbulkan keluhan orang tua siswa.
Pantauan situs ini warga atau orang tua siswa yang notabenenya adalah warga desa yang awam sebagian besar tidak berani menyampaikan keberatannya, warga terpaksa mengikuti kebijakan sekolah.

Hasil Pungutan Miliaran
SMAN 1 Cibingbin berdasarkan keterangan Kasubag TU memiliki jumlah pelajar sebanyak 992 siswa. Jumlah siswa tersebut bila di kalkulasi pada biaya iuran sekolah persiswa/perbulan total sekitar Rp 1.249.920.000. Nilai tersebut ditambah biaya sumbangan Rp 1.600.000/siswa menjadi sekitar Rp 1.587.200.000, jadi total seluruhnya pungutan sekolah sekitar Rp 2.837.120.000. Peristiwa pungutan itu terjadi antara tahun 2017 hingga 2019, hasilnya cukup menggiurkan.
Bila sekolah tersebut penerima bantuan operasiona sekolah (BOS) melalui APBN dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI maka pungutan tersebut tidak dapat ditolelir lagi. Pihak Ombudsman Jakarta, dan penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, bahkan KPK dapat menerapkan pasal dalam Undang Undang Tipikor.
Kewenangan Daerah
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seperti di kutip tempo mengatakan terkait dengan pungutan pendidikan berupa iuran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) di satuan pendidikan menengah, merupakan kewenangan daerah.
“Sejak dulu, SMA dan SMK memang tidak gratis. Kalau ada sejumlah daerah yang tidak mewajibkan biaya pendidikan di pendidikan menengah itu, bisa saja. Penetapan iuran SPP itu memang kewenangan provinsi atau kabupaten/kota dan sekolah,” ujar Muhadjir.
Dia menuturkan penarikan iuran SPP pada sekolah menengah atas dan kejuruan untuk memajukan sekolah. Biaya pendidikan pada SMA dan SMK di Indonesia memang tidak gratis. Namun cukup banyak pemerintah kabupaten/kota menerapkan kebijakan menggratiskan biaya pendidikan untuk peserta didik melalui subsidi dana bantuan operasional sekolah daerah (BOSDa) kepada SMA dan SMK di wilayahnya.
“BOS itu prinsipnya bantuan untuk sekolah agar dapat menyelenggarakan pelayanan minimal. Kalau sekolah ingin maju, tidak mungkin hanya mengandalkan dana BOS,” katanya.
Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 menegaskan, komite sekolah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang melakukan pungutan dari peserta didik atau orang tua/wali murid. (tim)