Oleh Redaksi
OPINI, kabarSBI.com – Pangandaran sebuat tempat dengan potensi wisata yang menawan, alami dan mengagumkan dengan pemandangan tepi pantai yang bila pagi hari, bila cuaca mendukung nampak matahari terbit (sunrice) dan bila sore menjelang magrib, bila cuaca mendukung akan nampak matahari tenggelam (sunset) di laut pangandaran, sebuah fenomena alam yang mengagumkan dan sangat langka terjadi di belahan bumi ini.
Namun kali ini redaksi tidak mengulas tentang potensi obyek wisata pangandaran yang di visi-kan Pemerintah Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat sebagai salah satu obyek tujuan wisata berkelas dunia. Dengan waktu yang tak terlalu banyak saat penulis berkunjung ke pangandaran. Penulis lebih focus mengulas rekam sejak kelahiran pemerintahan baru yaitu Kabupaten Pangandaran, dengan regulasinya, dan alat/sarana/fasilitas kelengkapan layanan publik sebuah pemerintahan.
Pangandaran adalah sebuah kabupaten yang kini telah berusia 8 tahun, lahir dari rahim Kabupaten Ciamis melalui kebijakan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran di Provinsi Jawa Barat, otonomi daerah yang terkait dengannya, Kabupaten Pangandaran lahir pada tanggal 25 Oktober 2012.
Sumber mencatat Pangandaran atau Wilayah Kabupaten Pangandaran memliki luas 101.092 hektar, luas laut 67.340 hektar dengan Panjang pantai 91 km. Jumlah penduduk berdasarakan sumber data situs resmi Pemkab Pangandaran sebanyak 409.016 jiwa tersebar di 10 kecamatan, dan 93 desa.
Masyarakat pangandaran umumnya adalah berprofesi sebagai nelayan dan petani yang mana aktivitas dan ruang gerak masyarakat baik di sektor maritime, pertanian dan atau dunia usaha diatur oleh regulasi/aturan yang sebagian fasilitas masih “menumpang” memerlukan campur tangan Pemerintah Kabupaten Ciamis, Provinsi Jawa Barat.
Artinya, Pemerintah Kabupaten Pangandaran belum dapat berdiri di kaki sendiri apalagi dapat mandiri. Delapan tahun Pemkab Pangandaran lahir belum cukup dewasa seperti kakak – kakak kabupaten terdahulunya. Dalam hal-hal tertentu Pangandaran masih butuhkan tangan-tangan pemerintah Kabupaten Ciamis.
Contohnya saja dalam hal pelayanan public seperti perizinan, pernikahan, perpajakan hingga layanan tentang hukum. Seharusnya dalam hal itu dapat dilayani oleh Pemerintahan Pangandaran tapi informasinya masyarakat masih menunggu waktu atau jarak tempuh yang cukup jauh karena harus mendatangi kantor Pemerintahan di Kabupaten Ciamis.
Begitupun dalam tata kelola tempat yang diatur dalam Undang Undang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga kini pemkab pangandaran belum memiliki RTRW padahal ini sangat penting untuk menentukan zona-zona peruntukan sebuah tempat atau wilayah.
Karena itu, Pangandaran bisa disebut sebagai anak yang belum dapat memakai bajunya sendiri karena belum adanya Kantor Pemerintahan pendukung pada umumnya antaranya yaitu Kantor Polres, Kantor Kejaksaan, Kantor Pengadilan Negeri, Kantor Pengadilan Agama, dan Badan Usaha Milik Daerah.
Hal itu tentu saja masih dapat dimaklumi bagi pemerintahan yang baru lahir namun mau sampai kapan? ibarat anak-anak usia 8 tahun bila orangtuanya fokus dan telaten dipastikan sang anak dapat memakai bajunya sendiri dan dapat bangga pada teman-temanya yang lain.
Padahal dalam UU NO. 12/2012 Tentang Pembentukan Kabupaten Pangandaran, di Prov Jawa Barat Pasal 18 Ayat 1 menyebutkan: Untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah, Pemerintah dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melakukan pembinaan dan fasilitasi secara khusus terhadap Kabupaten Pangandaran dalam waktu 3 (tiga) tahun sejak diresmikan.
Artinya pemerintahan Kabupaten Pangandaran yang dipimpin oleh seorang Bupati dari hasil pemekaran atau proses Pilkada masih diperlukan kerja keras, kerja focus dan bekerja untuk integritas wajah Pemerintah Pangandaran yang saat ini dipimpin oleh H. Jeje Wiradinata, sebagai Bupati. Kelengkapan wajah pemerintah tentunya dapat menjamin layanan public yang mudah, cepat, tepat, efesien, efektif, aman dan nyaman sehingga pemkab akan lebih cepat menunjang meningkatnya kesejahteraan bagi masyarakat.
Pangandaran dengan potensi pariwisata yang ada harus mampu mengejar ketertinggalan, meski diusia mudanya. Budaya dan kearifan masyarakat local juga harus mampu bertahan ditengah kehidupan era digital dan persaingan global. Maka, diperlukan leadership dengan tingkat kecerdasan intelektual dan emosional yang terukur.
Jangan sampai leadership hanya terjebak pada kepentingan politik dan golongan semata sehingga mengabaikan amanah dan kepentingan public. Leadership harus mampu bertindak positif sesuai rencana besar pemerintah dan mampu menginspirasi masyarakat untuk mengikutinya.
Bila sedikit saja seorang leadership atau seorang pemimpin pemerintahan memanfaatkan kekuasaanya untuk hal yang negative dapat dipastikan rencana besar yang sudah menjadi kewajiban dan tanggungjawabnya akan jalan melambat. Bisa jadi dapat merusak tatanan birokrasi hingga berdampak pula pada prilaku dan mental kehidupan social ditengah masyarakat.
Dan bila kerusakan tersebut tak segera diperbaiki maka kehidupan social semakin tak menentu yang kuat akan menerkam yang lemah (premanisme), pola-pola kehidupan kerdil (berpikir pendek) dan prilaku bar bar akan nampak dipermukaan. Dan akan lebih berbahaya bila seorang pemimpin “dikuasi” hajat premanisme.
Kembali, Pangandaran masih memerlukan bimbingan yang mampu membuka jalur-jalur diplomasi untuk meraih hak administrasi dan fasilitas layanan publik demi sebuah pemerintahan yang utuh dan mandiri, bukan terus menumpang atau ngontrak. Ini menjadi penting guna mendorong perkembangan dan kemajuan pemkab pangandaran dan ekonomi masyarakat selain itu mampu mengangkat harkat dan martabat masyarakat.
Hukum administrasi dalam sebuah kota/kabupaten sangat menentukan bagi efektifitas, efesiensi dan elektabilitas bagi pemerintahan itu sendiri, terlebih bagi masyarakat yang ada didalam jangkauannya. Administrasi yang kacau atau lamban akan berdampak pada keseharian aktivitas masyarakat yang bila itu bersentuhan dengan perizinan di sector usaha bisa jadi ada pihak masyarakat local hasil pemekaran sebuah wilayah terasa dirugikan.
Maka sudah sepatutnya masyarakat local didukung para anggota legislative dan eksekutif setempat dapat meningkatkan diplomasi-diplomasi guna membangkitkan dan memperjuangkan kembali pola rumusan kota yang serasi dan efektif demi cita-cita mulia sebuah pemerintahan hasil pemekaran.
Sudah pantas pangandaran dapat memakai busana atau baju sendiri tanpa harus campur tangan pihak lain. Busana formal yang layak dan didukung busana alamiyah yang begitu indah dengan motif dan corak yang esentrik diharapkan pangandaran dapat lebih cepat bergerak, melangkah dan berlari mendahului pelari – pelari terdahulunya.
Semoga tetap optimis dan cepat terbukti atas misi-nya yang berkelas dunia, agar publik tak pesimis serta mengistilahkan “misi kaleng-kaleng”. (*)