CIAMIS, kabarSBI.com – Gas Elpiji 3 Kg barang subsidi untuk konsumsi warga miskin, kini ketersediaannya di wilayah Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, langka kalaupun ada warga harus membelinya dengan harga yang tak wajar alias mahal,
Kondisi ini cukup membuat masyarakat resah, sejumlah warga juga meng-upload keluhan di saluran akun Media Sosial (Medsos), karena tak sedikit pula warga mencari gas harus mengitari area se-Kecamatan Banjarsari, termasuk sampai ke beberapa lokasi diluar Kecamatan Banjarsari.
Ironis, warga meski jarak yang cukup dekat dengan pangkalan tetapi harus membeli dengan harga yang mahal, diluar batas standar yang seharusnya.
Seperti diungkapkan Yati, warga RT 20/03 Dusun Papringan Desa Cicapar, mengeluhkan harga elpiji 3 kg yang kian melambung tinggi dan jarang ada dipasaran.
“Gas Elpiji makin susah dicari, kalaupun dapat harganya mahal dari sebelumnya biasa Rp.21.000 kini harganya Rp. 25.000, bahkan ada yang membeli sampai Rp 32.000. Meski begitu karena kebutuhan jadi terpaksa harus membelinya. Tolong Pemerintah Ciamis turun kelapangan perhatikan keluhan kami warga kecil di Banjarsari carikan solusinya” kata Yati kepada wartawan kabarSBI.com, Jumat, 16/10/2020.
Keluhan senada juga disampaikan Mulyono, warga Desa Ciulu yang mengungkapkan dirinya merasa kesulitan mendapatkan gas elpiji 3 kg.
“Barangnya sering tidak ada, saya biasa beli gas 3 kg seharga Rp 23 ribu. Sekarang ini karena jarang ada saya beli Rp 27 ribu sampai Rp 32 ribu,” ungkap Mulyono.
Ia berharap kelangkaan elpiji 3 kg dapat menjadi perhatian perhatian pemerintah kabupaten Ciamis. “Tolong Bapak Bupati Ciamis turun kelapangan untuk memperbaiki kelangkaan gas 3 kg yang sangat dibutuhkan masyarakat kecil,” harapnya.
Sementara itu, sejumlah pangkalan gas elpiji yang berhasil dimintai keterangannya kepada wartawan mengaku ada pengurangan kouta namun pangkalan lainnya di Ciamis menyebutkan tidak ada pengurangan kouta.
Seperti disampaikan, H. Yanto selaku pengusaha pangkalan gas elpiji di Desa Banjarsari, ia mengakui adanya pengurangan jumlah kuota untuk pangkalan miliknya.
“Masalah kuota di pangkalan kami memang ada pengurangan, kami menerima per bulan sebanyak 1500 tabung yang semula bisa 1800 tabung. Tetapi menurut saya lebih karena akan adanya peralihan dari tabung elpiji hijau 3kg ke tabung pink ukuran 5.5kg begitu secara samar saya dengar akan diberlakukan bertahap” Jelas Yanto.
Hal berbeda dikatakan Roni pemilik pangkalan gas elpiji 3 kg atas nama usaha Rina Fitriani di Desa Ratawangi, menurutnya terkait penurunan kuota saat ini jika dipersentase tidak begitu berarti.
“Untuk kuota di pangkalan saya terbilang cukup besar dibandingkan yang lain, jumlah yang saya terima 210 tabung setiap kali kiriman dari agen, dan rutin 3 kali per minggunya,” jelasnya.
Terkait gas elpiji yang menjadi langka dan mahal harganya, Roni tidak mau menjelaskan soal itu, dia berdalih faktor pengiriman dapat mempengaruhi harga.
“jika seusai peraturan harga beli pangkalan untuk tabung elpiji 3kg seharga Rp. 14.600 per tabung dan harga eceran tertinggi (HET) pangkalan ialah Rp. 16.000 per tabungnya. Kalau harga jual itu ya rahasia, tanyakan saja pada yang lain, saya kan menjual juga mengantarkan ke warung-warung jelas diperlukan biaya operasional,” pungkas Roni.
Sementara pemilik pangkalan lainnya yang tidak mau disebut namanya di wilayah Desa Sindangrasa berdalih kelangkaan gas jenis elpiji 3kg akibat dampak pandemi covid-19.
“Ada banyaknya perpindahan penduduk yang dari kota ke daerah sebagai dampak pandemi Covid-19. Saat ini kan banyak berdatangan penduduk yang semula bekerja di kota namun terkena PHK dampak dari pandemi Covid-19, mereka kembali tinggal di daerah,” ucap pemilik pangkalan itu.
“Kalau soal kouta, Setahu saya tidak ada pengurangan untuk kuota elpiji di tingkat pangkalan,” pungkasnya. (bono/r/as)