CIAMIS, kabarSBI.com – Keluh – kesah hingga hingga menangis ‘histeris’ bahkan kabarnya sampai ada yang yang menjual diri karena desakan hutang mewarnai kehidupan warga di sejumlah desa termasuk desa cicapar di Kecamatan Banjarsari, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Pasalnya, warga desa yang terlanjur bahkan terpaksa meminjam uang dari oknum bang keliling yang mengatas namakan koperasi kini dalam keadaan tertekan karena tak sanggup membayar. Warga yang tak sanggup membayar “algojo” bank keliling bergaya depkolektor untuk mengeksekusi warga bila tak ada uang barang pun jadi, bahkan beras pun di bawa sang algojo oknum koperasi atau bang keliling untuk jaminan.
Bagaimana tidak koperasi yang di duga menjalankan kegiatan usahanya secara melawan aturan ini menerapkan bunga yang tinggi kisaran 30% hingga 50% dalam 1 kali periode pemberian kreditnya kepada para pelaku usaha kecil.
Situs ini sedang mendalami temuan tentang kelengkapan perizinan berusaha koperasi simpan pinjam yang telah nyata beroperasi di masyarakat dan diduga tak mengantongi izin dari pemerintah setempat dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut sejumlah sumber di dusun cicapar, warga merasa sangat keberatan dengan modus penyaluran kredit yang di potong biaya diawal sebesar 15% yang peruntukannya tidak di jelaskan. Biaya potongan dimuka menjadi simpanan wajib dari nasabah yang dapat diterima kembali pada saat akhir massa kredit pinjaman, tapinya nyatanya tidak.
Jika di ilustrasikan pinjaman Rp 500.000 di potong 15% sehingga nasabah menerima uang senilai Rp 425.000 dengan skema pengembalian dicicil sebesar Rp 65.000 sebanyak 10 kali cicilan dalam setiap Minggu. Total pengembalian menjadi Rp.650.000 dari penerimaan kredit oleh nasabah Rp 425.000. Jadi bunga kredit yang harus dibayar sebesar Rp 225.000 ditambah potongan dimuka Rp 65.000 total bunga yang harus dibayarkan warga Rp 300 ribu dari pinjaman Rp 500 ribu.
Hal ini membuat masyarakat yang terjerat praktek koperasi ala rentenir ini sampai kabur-kaburan pergi dari rumahnya guna menghindari penagihan dari koperasi atau bank mingguan tersebut.
“Banyak warga yang terjerumus pinjaman kerap dipaksa bahkan tidak sedikit pula nasabah yang di datangi petugas tagih di malam hari, dan jika tidak membayar makan oknum tersebut tidak akan beranjak pergi dari rumah. Ada juga yang dimintai beras oleh oknum sebagai pengganti pembayaran,” ungkap warga yang minta namanya tidak di tulis media.
Para penagih, kata warga itu, dalam menjalankan aksinya mengaku koperasinya dibawah naungan BUMN, dugaan sementara hal itu dilakukan guna memperoleh integritas secara hukum di mata para nasabah.
Sahabat Bhayangkara Indonesia, di Ciamis, Bono Suwarno menghimbau kepada warga untuk waspada terhadap jeratan yang mengatasnamakan koperasi ini. Bila dalam penagihan menggunkan cara-cara yang arogan harap warga menolaknya.
“Warga harus berani menolak jika ada lagi penagihan yang dilakukan tanpa memperhatikan norma dan azas kepatutan dilingkungan. Jangan takut sekalian saja tidak usah dibayar belum tentu perizinan koperasi yang bersangkutan jelas bisa jadi abal-abal alias ilegal,” ungkapnya.
“Kehadirian koperasi simpan pinjam tersebut sudah meresahkan masyarakat. Sebab mereka memberikan pinjaman dengan suku bunga yang sangat tinggi, sehingga masyarakat yang meminjam uang di koperasi tersebut menjadi terjerat dan sulit membayar hutang. Kami akan awasi pergerakan mereka,” tegasnya.
Ia mengimbau agar pemerintah tidak tinggal diam melihat kondisi masyarakat yang terjerat rentenir.”Harus ada langkah kongkrit memberisihkan koperasi maupun bang keliling yang menjerat warga. Maksimalkan Bumdes agar warga tidak masuk kejaringan lintah darat,” desak dia pada pemerintah setempat. (bono/r/as)