Oleh Redaksi
OPINI, kabarSBI.com – Bisnis barang atau jasa kepada konsumen untuk mendapatkan laba atau keuntungan finansial di sektor pangan sah-sah saja.
Menjadi tidak sah, apabila bisnis di sektor pangan dari hasil pertanian/perkebunan ini menabrak tradisi budidaya lokal. Bahan dan makanan yang menjadi khas daerah lokal, seharusnya tidak tercemari dan harus mampu bertahan sebagai kebanggaan menjadi aset/khas kuliner daerah.
Dalam hal ini, redaksi lebih spesifik mendalami tentang proses pengolahan dan pemasaran bisnis gula merah baik yang dilakukan perorangan maupun korporasi atau perusahaan berbadan hukum.
Berdasarkan informasi yang kian deras dalam bisnis gula merah di wilayah Kabupaten Ciamis dan Pangandaran yang masuk ke redaksi. Tim kabarsbi.com melakukan pendalaman dan pengembangan informasi olahan gula merah di dua wilayah tersebut.
Gula merah yang dimaksud ada dua jenis bentuk hasil karya pelaku usaha mikro/makro dan sudah sangat akrab dengan sebutan gula merah jenis mangkok berat sekitar 500 gram – 1 Kg dan gula merah jenis koin, berat sekitar 250 gram.
Usaha gula merah yang digeluti perorangan/pengrajin maupun perusahaan berbadan hukum umumnya kedapatan melanggar aturan berusaha seperti perizinan yang kurang lengkap dan tidak memiliki standar prosesiasi penggunaan bahan atau zat tertentu sebagai campuran gula merah.
Gula merah yang dimaksud tentunya bukan gula merah aren asli atau gula kelapa. Gula merah aren/kelapa yang dahulu sebagai ciri khas kuliner daerah yang mutu dan kualitasnya terjamin aman dan menyehatkan, belakangan ini mulai ditinggalkan.
Karena pengrajin dan pengusaha kesulitan bahan baku dari pohon aren dan kelapa. Dipasaran tradisional gula merah aren asli biasanaya berbentuk lingkaran dengan berat sekitar 1 kg – 1,2 kg, ini langka. Jika ada harganya cukup tinggi sekitar Rp 16 ribu sampai Rp 20 ribu/kg.
Sedangkan kebutuhan perusahaan industri kecap diduga tidak dapat membeli hasil dari pengrajin/pelaku usaha dengan harga Rp 16 ribu – Rp 20 ribu, harga tersebut untuk harga gula aren asli/gula kelapa. Standar supplier yang membeli hasil pengrajin gula merah jenis mangkok kisaran Rp 9 ribu sampai Rp 12 ribu. Melalui supplier hasil pelaku gula merah di kirim ke perusahaan industri kecap.
Campuran Gula Merah
Oleh karena itu, pelaku usaha gula merah melakukan upaya rekayasa genetik dengan mencampurkan bahan baku pabrikan seperti molase, glukosa, dextrose, dan metabisulfit serta rafinasi. Bagi pelaku upaya rekayasa olahan gula merah ini lebih mudah, dan dapat menekan kos belanja bahan baku.
Biasanya hasil olahan campuran bahan-bahan tersebut dapat masuk ke supplier dengan jenis gula merah mangkok dengan harga mencapai Rp 12 ribu/Kg. Sedangkan gula merah campuran dengan jenis koin masuk ke agen pasar-pasar tardisional dengan harga sekitar Rp 12O ribu/bal/10 kg.
Untuk diketahui berdasarkan temuan lapangan bahan tambahan untuk campuran gula merah seperti rafinasi, glukosa, molase, dextros dan metabisulfit dalam penggunaannya tidak ada takaran guna memenuhi standar industri yang berpedoman pada aturan pemerintah.
Sedangkan molase, dan metabisulfit masuk kedalam kategori bahan yang mengandung unsur kimia. Dua bahan ini tentunya sangat hati-hati bila digunakan sebagai bahan tambahan campuran gula merah, harus melalui kajian, di uji di instansi terkait seperti BPOM.
Namun jalan pintas yang dipilih oleh para pelaku usaha membuat kondisi produktivitas gula merah jenis koin dan mangkok menjadi tidak aman dan tidak sehat, hal ini menjadi terbiasa. Padahal di yakini pelaku perbuatannya adalah menyimpang.
Motif untuk mencari keuntungan dari kegiatan usaha yang diduga mencemari mutu dan gizi ini tentunya menjadi perbuatan yang melanggar. Seperti diatur antaranya dalam aturan BPOM Nomor 11 tahun 2019 tentang bahan tambahan pangan, Kementerian Kesehatan dan Undang Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan.
Ironinya, kondisi tersebut sudah berlangsung cukup lama dan tak banyak konsumen memahaminya. Mirisnya lagi bagi masyarakat sekitar domisili usaha rumahan maupun perusahaan di Ciamis dan Pangandaran yang memproduksi gula merah dengan bahan campuran tertentu diatas menghindar untuk mengkonsumsinya.
Meski begitu pelaku usaha gula merah campuran tidak berkecil hati sebab mereka mempunyai pasar tersendiri yaitu perusahaan industri seperti unilever dan lainnya. Biasanya, unilever menerima olahan gula merah cetakan jenis mangkok, setelah melalui proses pengujian.
Beberapa bulan ini gula merah jenis mangkok mengalami pengurangan. Namun untuk gula meraih jenis koin kian banyak di produksi baik oleh usaha rumahan maupun corporasi. Produksi tersebut untuk mengisi agen di pasar-pasar tradisonal yang tersebar di pulau jawa.
Padahal pelaku gula merah jenis koin juga diduga banyak kedapatan tidak melalui balai uji dan ijin edar akibatnya tidak ada jaminan aman dan sehat bila dikonsumsi langsung oleh manusia.
Kegiatan kejahatan dengan rekayasa campuran pangan ini sebenarnya sudah menjadi rahasia umum bagi masyarakat Ciamis – Pangandaran. Entah bagaimana kegiatan tersebut terus berlangsung dan bila tidak dilakukan solusi untuk pencegahan, bimbingan dan pembinaan oleh pemerintah ini akan berlangsung sampai anak cucu.
Dampak luasnya, hasil gula merah olahan ( jenis mangkok) dengan campuran zat tertentu yang diproses pada perusahaan industri pembuat kecap bermerk menyebar di bumi nusantara. Hal ini yang menjadi konsen redaksi situs berita ini.
Dilema
Pelaku usaha gula merah baik mikro/kecil/menengah dan papan atas secara psikoligis (moral) mungkin mengalami dilema yang berkepanjangan, jika usahanya terus berlalu. Seperti tiada pilihan, tetapi beresiko dengan ancaman kurungan badan dan denda hingga Rp 10 miliar sesuai bunyi Pasal 136 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan.
Bukan tidak ada kejadian hukum dalam bisnis pangan yang satu ini. Untuk di Ciamis saja sejumlah pelaku usaha telah berurusan dengan pihak kepolisian dan menjalani hukuman. Pelaku usaha gula merah dihukum setelah dinyatakan bersalah oleh hakim pengadilan seperti yang terjadi pada tahun 2012.
Diluar hukuman itu, informasi yang didapat tidak sedikit pelaku usaha gula merah kelas kecil dan lainya menjadi sasaran bagi oknum polisi mencari keuntungan. Dan tidak jarang pelaku usaha mengalami situasi yang mencekam alias takut berurusan pihak berwajib.
Redaksi berharap pemerintah pusat, provinsi, dan daerah kabupaten/kota khususnya di jawa barat mengambil langkah pencegahan dengan membuat regulasi/aturan/kebijakan penggunaan bahan-bahan tertentu yang diperbolehkan campuran gula merah.
Atau kita akan kehilangan diperkirakan ratusan pelaku usaha gula merah yang mampu mempekerjakan ribuan orang tenaga kerja akan kehilangan mata pencarianya.
Sebab pantauan tim kabarSBI.com bisnis gula merah Jawa Barat ini bukan saja dominan di Ciamis dan Pangandaran tetapi pelaku usaha yang sama beredar di Bekasi, Bogor, Depok, Sukabumi, Cianjur, Cirebon, Tasik, Banjar, Kuningan dan tak tertutp kemungkinan samapi Jawa Tengan dan Jawa Timur. (RED)
Catatan
Pembaca budiman sekitarnya mempunyai masukan atau sanggahan terkait artikel ini silakan untuk mengklarifikasi melalui email redaksisbi44@gmail.com