Opini oleh Hero Akbar/ Moses *)
Puluhan organisasi Pers kembali menunjukkan solidaritasnya dalam aksi keprihatinan atas ocehan oknum Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat (IPSM) selaku relawan Dinas Sosial Kabupaten Bogor yang kembali menyebut ungkapan media abal-abal kepada para jurnalis yang mungkin dianggap mengganggu kepentingannya.
Perilaku oknum tersebut dinilai menciderai dan mengecilkan status wartawan yang sedang getol getolnya menyoroti kebijakan penggunaan anggaran senilai Rp.900 jutaan untuk kegiatan puluhan staf dinas sosial Kabupaten Bogor di Pulau Bali.
Sayangnya, aksi demo yang diikuti puluhan perwakilan organisasi pers dan wartawan dari berbagai perusahaan pers tersebut harus menerima kenyataan pahit.
Pasalnya, Ketua PWI Kabupaten Bogor yang belum dilantik, Dedi Firdaus, melontarkan pernyataan yang dianggap bikin “sakit hati” para Jurnalis karena dilarang untuk sekedar singgah di Graha Wartawan Kabupaten Bogor sebagai titik kumpul sebelum melakukan aksi unjuk rasa di halaman gedung Dinas Sosial Kabupaten Bogor, Kamis (28/11).
Sekelas Ketua PWI Kabupaten Bogor sudah semestinya bersikap santun dan menjadi panutan rekan se profesi lainnya, apalagi terhadap para pengurus puluhan organisasi pers dan ratusan jurnalis dari berbagai perusahaan pers yang hendak singgah ke Graha Wartawan yang diklaim hanya milik kelompoknya meski gedung tersebut dibangun dengan anggaran hasil memungut pajak warga Kabupaten Bogor.
Saya bangga dengan PWI yang notabene sebagai organisasi pers tertua dan sudah menjadi bagian penting dalam proses pembangunan negeri sejak era orde baru.
Namun, perilaku para oknum pengurusnya mulai dari tingkat pusat yang belum lama ini Ketua Umum nya kedapatan “nilep” uang milyaran dari BUMN dan kini status jabatannya sudah dicopot dan sedang menghadapi proses hukum tentunya menjadi keprihatinan tersendiri bagi para pegiat pers di seluruh nusantara.
Termasuk oknum Ketua PWI di Kabupaten Bogor yang belum dilantik saja sudah selangit dan tengil gayanya, arogan, dan seperti tidak punya sensitivitas terhadap rekan-rekan se profesinya yang jelas jelas sedang berjuang menjaga marwah dan nama baik wartawan, kok malah melarang bahkan seakan “mengusir” para wartawan yang hendak menjadikan gedung Graha Wartawan sebagai titik kumpul dan persinggahan sebelum aksi demo dilakukan.
Pengurus PWI sudah sepatutnya menjadi panutan dan perekat para Jurnalis, bukan malah sebaliknya menjadi olok-olokan karena ocehan dan sikap perilakunya yang dinilai menyimpang.
Kasus Ketua Umum dan kini muncul lagi oknum Ketua wilayah Kabupaten Bogor tentunya menjadi PR besar buat para pengurus pusat dan wilayah untuk betul betul mengevaluasi kinerja dan karakter para calon calon ketua yang akan dilantiknya di kemudian hari. Bahkan, pemerintah anggota dewan, maupun dewan pers pun perlu turun tangan untuk menetralisir para “oknum penunggang” yang ingin menjadikan organisasi PWI sebagai alat meraup keuntungan pribadi dan kelompoknya.
Silahkan saja kalau PWI sudah mendapat porsi anggaran khusus dari negara untuk kegiatannya, bahkan mungkin banyak dilibatkan juga dalam kegiatan kegiatan Proyek Strategis Nasional (PSN) dan proyek lain di setiap wilayah. Namun, harus diingat dan dicamkan dengan sungguh – sungguh dong, kalau semua fasilitas tersebut semata untuk menopang kegiatan kejurnalistikan sesuai amanat undang undang agar semakin cerdas berbudi dan profesional.
Janganlah fasilitas istimewa yang disediakan negara tersebut malah membentuk karakter tamak, jumawa, dan arogan sehingga hilang sudah nilai nilai independensi dan sensitivitas untuk memperjuangkan hak hak rakyat dan hanya bersikap sebagai “anjing penjaga” para penguasa dan pengusaha.
*) – Aktivis Bogor, Pendiri dan Pimpinan Redaksi Media Kupas Merdeka